Jumat 25 May 2018 06:34 WIB

Panglima: UU TNI Jadi Acuan Militer Ikut Berantas Terorisme

TNI dalam menyusun draft Perpres akan bersinergi dengan pihak-pihak terkait.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Muhammad Hafil
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto (kiri) berbincang dengan Anggota DPR Effendi Simbolon (kanan) sebelum rapat kerja Komisi I DPR dengan Panglima TNI dan Kepala BSSN di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (24/5).
Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto (kiri) berbincang dengan Anggota DPR Effendi Simbolon (kanan) sebelum rapat kerja Komisi I DPR dengan Panglima TNI dan Kepala BSSN di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (24/5).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA  --Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengungkap TNI akan merumuskan draft Peraturan Presiden (Perpres) tentang keterlibatan TNI dalam penanggulangan terorisme sebagai amanat Revisi UU Antiterorisme. Sebagai pihak dari Pemerintah, Hadi memastikan, draft Perpres akan mengacu pada Undang undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.

"Nanti dalam peraturan presiden drafnya kita yang bikin ya, kita semua mengacu pada UU TNI Nomor 34 Tahun 2004 ya, tapi khusus pada OMSP (operasi militer selain perang) pada tindakan mengatasi tindakan terorisme," ujar Hadi usai rapat kerja dengan Pansus Revisi UU Antiterorisme di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (24/5) malam.

Dalam draft Perpres tersebut pihaknya akan menyusun bagaimana mekanisme pelibatan TNi mulai dari pencegahan, penindakan, pemulihan.  Ia mengungkap, Perpres akan merinci bagaimana mekanisme TNI menyusun operasi sendiri dalam penanggulangan terorisme di tiga fase tersebut.

Meskipun, ia menegaskan tidak meniadakan peran Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sebagai leading sector penanggulangan terorisme seperti yang tertera dalam Revisi UU Antiterorisme. Ia juga mengatakan, dalam situasi tersebut, peran TNI bukan sebagai perbantuan Polri.

"Kita mulai dari pencegahan, kemudian penindakan dan pemulihan. Jadi kita melihat kalau sudah ada tanda-tanda mengarah kepada serangan, itu kita sudah mulai bertindak. TNI harus melakukan fungsi itu, penangkal, penindak dan pemulihan," ujarnya.

Ia melanjutkan, dalam menyusun draft Perpres juga akan mensinergikan dengan pihak terkait seperti Kementerian Pertahanan, BNPT, Kementerian Hukum dan HAM.

"Semua dari tiga kemampuan kita, kita masukkan semua. (Draft) sudah mulai disusun, nanti kita akan sinergi dengan Kementerian Pertahanan kemudian ada TNI, Kumham, semuanya akan kita (sinergikan)," kata Hadi.

Baca: Catatan-Catatan RUU Antiterorisme

Panitia Khusus Revisi Undang-undang Antiterorisme bersama pemerintah, Kamis (24/5) malam,  akhirnya menyepakati Revisi Undang Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme disahkan dalam Rapat Paripurna DPR. Itu setelah Pansus Revisi UU Antiterorisme dan Pemerintah menyepakati poin definisi terorisme alternatif kedua yang menyertakan frasa motif ideologi, politik, dan gangguan keamanan sebagai definisi terorisme. Poin definisi terorisme sendiri, selama ini menjadi ganjalan terselesaikannya Revisi UU tersebut.

 "Alhamdulilah, berarti kita akan mengambil keputusan bahwa Revisi Undang Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme kita setujui untuk dilanjutkan pada pembicaraan tingkat dua dalam Rapat Paripurna," ujar Ketua Pansus Revisi UU Antiterorisme Muhammad Syafii di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (24/5) malam.

photo
Kesatuan TNI yang dipersiapkan ikut memberantas terorisme.

Syafii mengatakan Revisi UU kemudian akan dibawa ke Rapat Pengambilan keputusan Tingkat dua rapat paripurna DPR yang rencananya digelar Jumat (25/5) hari ini.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly menyatakan Pemerintah akhirnya ikut menyetujui poin definisi terorisme alternatif kedua yang menyertakan frasa motif ideologi, politik dan gangguan keamanan.  Yasonna beralasan itu karena dalam pandangan mini fraksi, seluruh fraksi akhirnya mendukung definisi terorisme kedua.

Bahkan, dua fraksi yakni PKB dan PDIP yang pada rapat Panja sebelumnya masih bersikukuh dengan definisi terorisme alternatif satu, juga ikut mendukung definisi alternatif kedua. "Setelah mendengar seluruh pandanngan fraksi-fraksi kami dari pemerintah dengan senang hati dan menyambut gembira demi kebersamaan  kita agar UU ini dapat diselesaikan dengan baik. pemerintah juga menyetujui alternatif kedua," ujar Yasonna.

Menurut Yasonna, pihaknya pun berterimakasih dengan fraksi fraksi yang memberikan pandangannya untuk mendukung alternatif kedua. "Terimakasih kepada seluruh fraksi yang memilih alternatif dua," ujar Yasonna.

Adapun definisi terorisme yang disepakati yakni terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban, yang bersifat massal dan atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis, lingkungan hidup fasilitas publik atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik atau gangguan keamanan.

Baca: Sisi Lain Proses Pembuatan Bom di Surabaya Versi Polisi

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement