Sabtu 26 May 2018 21:37 WIB

Fisik Disebut Jadi Kendala Tim Thomas

Teknik tanpa stamina dan ketahanan, tidak akan mendapatkan hasil maksimal.

Pebulu tangkis tunggal putra Indonesia Anthony Sinisuka Ginting menyeka keringat saat melawan pebulu tangkis tunggal putra Cina Chen Long pada pertandingan babak semifinal Piala Thomas 2018 di Impact Arena, Bangkok, Jumat (25/5).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Pebulu tangkis tunggal putra Indonesia Anthony Sinisuka Ginting menyeka keringat saat melawan pebulu tangkis tunggal putra Cina Chen Long pada pertandingan babak semifinal Piala Thomas 2018 di Impact Arena, Bangkok, Jumat (25/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahli nutrisi olahraga (sport nutritionist) Emilia Achmadi sepakat dengan penilaian fisik para atlet menjadi kendala bagi tim Indonesia pada kejuaraan beregu Piala Thomas 2018. Tim Indonesia  tidak bisa melaju ke partai final selepas dikalahkan China 1-3.

Emilia mengatakan para pemain Indonesia tampil luar biasa pada laga tersebut. Kalau dilihat secara teknis pada pertandingan kemarin, dia mengatakan, pemain Indonesia seharusnya bisa menang atas China.

“Namun nampak pemain kita tidak bisa bertahan lama di lapangan dan jika terjadi rubber gim, seperti sudah kartu mati bagi kita," kata Emilia saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (26/5) malam.

Menurut ahli nutrisi yang menangani atlet-atlet profesional Indonesia secara pribadi seperti Christopher Rungkat (tenis) dan Siman Sudartawa (renang) ini, persoalan fisik tersebut akan jadi masalah. Karena jika hanya mengandalkan teknik tanpa stamina dan ketahanan yang baik, maka tidak akan mendapatkan hasil yang maksimal.

"Itu memang faktor pendukung, tetapi faktor pendukung yang sangat penting. Karena jika tidak ada stamina dan endurance, akhirnya akurasi, fleksibilitas dan refleks juga berkurang," ujarnya.

Saat ini, Indonesia sebenarnya telah menerapkan sport science. Terlebih, tim Indonesia seharusnya memiliki stamina lebih prima karena secara usia diisi skuat muda, dengan hanya dua nama pemain senior, yakni Hendra Setiawan dan Mohammad Ahsan.

Namun, menurut Emilia, penerapan sport science itu masih belum maksimal. “Tidak sesuai kebutuhannya dan tidak mengikuti prosesnya secara maksimal jadi segalanya terkesan harus cepat dan serba instan," kata Emilia.

photo
Ekspresi ganda putra Indonesia Kevin Sanjaya (kiri) dan Marcus Gideon pada Piala Thomas 2018. (Antara/Puspa Perwitasari)

Perubahan yang harus dilakukan pun, dia menambahkan, cukup banyak mata rantainya. Ini mulai dari penanganan pemain junior yang dipersiapkan dengan maksimal dan sistematis, faktor pelatih hingg penerapan gizi atlet secara serius.

Dia mengatakan persiapan atlet regenerasi harus sudah menggunakan sport science yang serius. Kemudian, pemilihan pelatih bersertifikasi dan mau terus mengembangkan diri. 

Hal yang tak kalah penting, dia mengatakan, penerapan gizi saat ini masih dianggap enteng oleh semua cabang olahraga. Hal itu harus diubah dengan menerapkan nutrisi atlet spesifik dengan cabang olahraganya serta periodeisasi latihannya.

"Jika tetap melakukan hal yang sama tapi mengharapkan hasil yang berbeda, itu adalah sesuatu hal yang gila," tutur Emilia menambahkan.

Tim Thomas Indonesia gagal ke final karena terhenti di fase empat besar yang dihelat di Impact Arena, Bangkok, Thailand, Jumat (25/5). Indonesia kalah dengan skor 1-3 dari China. 

Kekalahan usai tiga wakil Indonesia, yakni Anthony Sinisuka Ginting (tunggal putra), Jonatan Christie (tunggal putra) dan Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan (ganda putra) ditumbangkan lawan-lawannya. Satu-satunya poin Indonesia dicetak oleh pasangan ganda Indonesia peringkat satu dunia, Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo.

Baca Juga: Tim Thomas Indonesia Akui Cina Layak ke Final

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement