REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Penasihat senior Gedung Putih Jared Kushner mengkritik Presiden Palestina Mahmoud Abbas. Menurutnya, selama memimpin Palestina, Abbas telah gagal mewujudkan perdamaian antara negaranya dengan Israel.
"Presiden Abbas mengatakan bahwa dia berkomitmen untuk perdamaian dan saya tidak punya alasan untuk tidak memercayainya. Namun, saya mempertanyakan seberapa besar Presiden Abbas memiliki kemampuan atau bersedia untuk menyelesaikan masalah kesepakatan (dengan Israel)," kata Kushner ketika diwawancara surat kabar Palestina Al-Quds, dikutip laman Haaretz pada Ahad (24/6).
Menurut Kushner, Abbas memiliki poin-poin pembicaraan yang tak berubah dalam 25 tahun terakhir. Selama waktu tersebut, belum ada kesepakatan perdamaian yang berhasil dicapai.
"Untuk membuat kesepakatan, kedua belah pihak (Palestina dan Israel) harus mengambil lompatan dan bertemu di suatu tempat di antara posisi yang mereka nyatakan. Saya tidak yakin Presiden Abbas memiliki kemampuan untuk melakukan itu," ujar Kushner.
Kendati demikian, Kushner mengatakan ia menghormati upaya Abbas dalam membangun landasan bagi perdamaian dengan Israel selama bertahun-tahun. Namun, ia tak berpikir rakyat Palestina telah merasakan kehidupannya menjadi lebih baik. "Komunitas global semakin frustrasi dengan kepemimpinan Palestina dan tidak melihat banyak tindakan konstruktif untuk mencapai perdamaian," katanya.
Ketika ditanya tentang rencana perdamaian Palestina-Israel yang digagas AS, Kushner mengungkapkan hal tersebut hampir rampung dan aman segera diumumkan. Kendati demikian, ia tak menyinggung secara mendetail tentang rencana tersebut.
Ia hanya menyatakan bahwa dirinya yakin sebuah kesepakatan akan berhasil dibuat. Walaupun keberhasilan pencapaian kesepakatan itu akan sangat bergantung pada kepemimpinan Palestina dan Israel. Dalam hal ini, walaupun mengkritik dan menyangsikan kepemimpinan Abbas, Kushner siap bekerja sama dengannya.
"Tugas saya adalah bekerja dengan pihak-pihak yang berwenang, jadi saya siap bekerja dengan Presiden Abbas jika dia bersedia. Ada banyak hal yang bisa dilakukan di sini dari apa yang saya nilai," katanya.
Dalam kesempatan tersebut, Kushner juga menceritakan tentang pertemuannya dengan Raja Yordania Abdullah II, Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman, Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani, dan Presiden Mesir Abdel Fatah al-Sisi belum lama ini. Dalam pertemuan tersebut dibahas tentang rencana perdamaian Palestina dengan Israel.
Menurut Kushner, para pemimpin Arab ingin melihat negara Palestina dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya. Mereka pun sangat memedulikan nasib rakyat Palestina.
Kendati demikian, Kushner juga menyatakan para pemimpin Arab memahami bahwa kesepakatan dapat membuat kondisi rakyat Palestina menjadi lebih baik. "Mereka tahu bahwa itu adalah kesepakatan yang sulit untuk dibuat, itulah mengapa ini telah menghindari kedua belah pihak selama beberapa dekade. Tetapi, mereka semua mengakui kebaikan yang akan datang ke wilayah tersebut jika pemahaman perdamaian tercapai," ucapnya.
Sebelumnya, Otoritas Palestina meragukan konsep perdamaian Palestina-Israel yang digagas Amerika Serikat (AS). Terlebih, perdamaian antara kedua negara dapat tercapai hanya bila Palestina diakui sebagai negara merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.
"Perdamaian sejati menuntut komitmen terhadap resolusi legitimasi internasional yang didasarkan pada pengakuan pembentukan negara Palestina merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya pada 1967," ujar juru bicara Otoritas Palestina Nabil Abu Rudeina pada Sabtu (23/6), dikutip laman kantor berita Palestina WAFA.
"Ide-ide Amerika atau kesepakatan yang mengabaikan posisi Palestina di Yerusalem, kenegaraan, dan pengungsi hanya akan mengarah pada jalan buntu," kata Rudeina.
Pada Desember tahun lalu, AS mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Sejak saat itu, Palestina tak lagi menghendaki AS menjadi mediator perdamaian antara negaranya dengan Israel. AS dianggap telah berpihak dan membela kepentingan Israel. Kendati demikian, AS mengatakan pihaknya masih siap memediasi Palestina dan Israel.