REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Fritz Edward Siregar mengungkapkan Bawaslu kini tengah mengevaluasi pelaksaan pemungutan suara di 8.300 Tempat Pemungutan Suara (TPS). Dari hasil tersebut Bawaslu merekomendasikan sebanyak 110 TPS untuk dilakukan pemungutan suara ulang.
"Jadi dasar pemungutan suara ulang bisa karena masalah keamanan seperti di Nduga di Papua, dan banjir di wilayah Sumatera karena sungai meluap," ucapnya.
Fritz juga mengungkapkan masalah lain yang paling banyak ditemukan adalah persoalan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT). Seperti misalnya di Sulawesi Tengah sebanyak 35 TPS, sedangkan di NTT hampir 22 TPS dilakukan pemungutan suara ulang.
Ia menjelaskan berdasarkan Pasal 59 Ayat 2 PKPU Nomor 8 Tahun 2018 pemungutan suara ulang terjadi apabila pembukaan kotak suara tidak dilakukan sesuai prosedur. "Ada yang dibuka pada malam sebelumnya, atau saat perjalanan dari TPS ke PPK," ujarnya.
BACA: Pengamat: Menangnya Kotak Kosong Pertanda Positif
Menanggapi hal tersebut Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Arief Budiman mengatakan hanya ada 69 TPS yang akan dilakukan pemungutan suara ulang. Arief mengatakan menurut undang-undang jika ada satu orang pemilih menggunakan haknya lebih dari satu kali maka akan dilakukan pemungutan suara ulang.
"Terus ada pemilih yang tidak terdaftar di tempat itu tiba-tiba ketahuan dia sudah menggunakan hak pilih, nah itu diulang. Jadi ada beberapa hal yang kalau itu terjadi maka akan diulang," jelasnya.
Ia menegaskan, mekipun dilakukan pemungutan suara atau pencoblosan ulang, hal tersebut tidak akan berpengaruh signifikan dari hasil suara yang ada saat ini. Pasalnya suara yang masuk akan berpengaruh kecil terhadap perolehan suara yang telah masuk.
"Sangat kecil sekali. Satu TPS itu kan maksimal 600 pemilih, rata-rata di setiap TPS 450, ya paling banyak 500. Kalau di satu kota hanya 1 TPS ya berarti maksimal itu rata-rata sekitar 450 pemilih," katanya.