Sabtu 30 Jun 2018 22:06 WIB

Mencicip Lebaran yang 'Terlambat'

Menjalankan tradisi mudik Lebaran adalah amanat yang harus dillakukan.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Agus Yulianto
Selasa (12/6) atau H-3 Lebaran 1439 H diprediksi menjadi puncak arus mudik di Bandara Internasional Minangkabau, Padang Pariaman. Hingga pagi tadi, sudah lebih dari 48 ribu orang tiba di Padang terhitung sejak H-7 lalu.
Foto: Republika/Sapto Andika Candra
Selasa (12/6) atau H-3 Lebaran 1439 H diprediksi menjadi puncak arus mudik di Bandara Internasional Minangkabau, Padang Pariaman. Hingga pagi tadi, sudah lebih dari 48 ribu orang tiba di Padang terhitung sejak H-7 lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, Lebaran sudah dirayakan dua pekan lalu. Tapi siapa sangka, bagi sebagian orang nuansa Lebaran masih dirasakan hingga saat ini. Saat sebagian besar masyarakat merayakan Lebaran di kampung halaman secara 'tepat waktu' dengan melakukan mudik dan balik sesuai musimnya, sebagian kecil masyarakat baru sempat mencicip indahnya berkumpul dengan keluarga pada hari-hari ini. Sepekan atau dua pekan setelah Lebaran, masih ada masyarakat yang menjalankan tradisi mudik Lebaran. Aparat negara, sopir bus, jurnalis, masinis, pilot, sampai pramuniaga di toko-toko merupakan segelintir profesi yang bisa jadi merasakan 'Lebaran yang terlambat'.

Dinamika arus mudik dan balik, sekaligus anomali tradisi pulang kampung saat Lebaran sangat terasa di Sumatra Barat. Provinsi yang dikenal sebagai 'pengekspor' perantau ke berbagai daerah di Indonesia ini memang menjadi salah satu tujuan utama para pemudik dari kota-kota besar di Tanah Air, terutama di Pulau Jawa. 

Bila bandara-bandara utama di Indonesia sudah mulai beroperasi secara normal dengan angka pergerakan penumpang kembali seperti hari-hari biasa, Bandara Internasional Minangkabau (BIM) di Padang Pariaman masih saja sibuk melayani para pemudik. Menurut data yang dirangkum PT Angkasa Pura II (persero) Cabang BIM, jumlah pergerakan penumpang yang ditampung hingga Rabu (27/6) atau dua pekan setelah Lebaran masih di atas 11-12 ribu perhari. Padahal normalnya, BIM melayani 8-10 ribu orang perhari. Padatnya arus mudik dan balik di Sumbar diprediksi akan tetap terjadi hingga 1-1,5 bulan setelah Lebaran berlalu.

"Meski operasi Lebaran sudah ditutup, namun nuansa mudik dan balik masih terasa di BIM. Masih banyak perantau Minang seperti pedagang yang baru berkesempatan pulang kampung sekarang," ujar Humas AP II BIM Fendrick Sondra, Rabu (27/6). 

Elmy (47 tahun) misalnya, perantau asal Sumbar di Jakarta yang baru menginjakkan kaki di Tanah Minang pada Selasa (26/6) atau H+11 Lebaran. Pengusaha indekos tersebut mengaku baru bisa pulang pekan ini lantaran menunggu harga tiket menuju Padang lebih miring. 

"Maklum, kemarin-kemarin harga tiket masih tinggi. Kebetulan juga saya masih ada kerjaan di Jakarta," katanya. 

Soal anomali arus mudik dan balik ini, penulis juga mengalaminya sendiri. Sebagai jurnalis, bukan hal aneh bila khidmatnya Idul Fitri harus ditebus di tanah rantau. Saya berkesempatan mencicip sensasi mudik, alias pulang kampung, saat kebanyakan orang mulai kembali ke perantauan. Mudik saat arus balik deras mengalir barangkali ada plus minusnya. 

Plusnya, pemudik bisa merasakan sensasi keramaian di bandara yang penuh manusia untuk kembali ke ibu kota. Bila perjalanan dimulai dari daerah lain, saya dari Kota Padang misalnya, maka sensasi mudik benar-benar terasa karena ribuan orang sama-sama berangkat dari bandara yang sama. Bedanya, bila orang lain menuju ibu kota, saya menuju kota lain di Jawa.

Nilai plus lainnya,  sesampai di kota tujuan, kondisi lebih lengang karena sebagian pemudik di daerah sudah kembali ke perantauan. Sesampai di Yogyakarta, jalanan terlihat masih ramai namun lebih 'manusiawi'. Meski begitu, pulang kampung dengan cara melawan arus seperti ini tentu punya banyak nilai minus, terutama kesempatan berkumpul bersama keluarga besar di Hari Lebaran. 

Republika.co.id tidak sendiri. Rizki (23 tahun), pekerja swasta asal Bogor yang bekerja di Padang juga memilih pulang kampung saat orang lain kembali bekerja. Ia harus masuk kerja di hari Lebaran karena pengelola toko yang ia jaga memutuskan tetap melayani pengunjung saat Lebaran. 

"Yang penting bisa tetap pulang ke rumah. Meski telat, namun kesempatan untuk bertemu keluarga tetap saya dapat," kata Rizki. 

Senasib, Syafrinaldi (33 tahun) juga harus rela menjalankan tugasnya sebagai petugas Air Traffic Controller (ATC) yang bertanggung jawab atas pergerakan lalu lintas udara di Bandara Minangkabau. Sejak mengemban tugas sebagai petugas ATC, ia sadar diri bahwa risiko bekerja saat Lebaran mau tak mau harus dijalani. Baginya, memberikan pelayanan terbaik bagi penumpang yang menjalankan tradisi mudik Lebaran adalah amanat yang harus dillakukan. 

Apalagi, ritme kerja Syafrinaldi dan timnya saat libur Lebaran melonjak tajam. Penambahan jadwal penerbangan di Bandara Minangkabau masih berlangsung hingga akhir Juni 2018. Jika pada hari biasa ATC Bandara Internasional Minangkabau melayani 60 pergerakan pesawat, saat arus mudik menara pengatur harus memandu 97 pergerakan pesawat perhari. 

"Bagi kami tak masalah bila harus berlebaran di tempat kerja. Setelahnya Insya Allah masih ada kesempatan untuk berkumpul dengan keluarga. Terpenting adalah melayani masyarakat sebaik mungkin," katanya. 

Tanah Minang sebagai destinasi favorit bagi pemudik bisa dilihat dari tingginya angka kedatangan selama libur Lebaran 2018. Sejak H-8 hingga H+9 Lebaran atau Ahad (24/6), tak kurang dari 145.838 orang yang tiba di Sumbar melalui angkutan udara. Angka ini naik 6,77 persen dibanding Lebaran tahun 2017. Sementara itu, sebanyak 114.378 orang sudah terbang meninggalkan Sumbar via BIM sepanjang operasi Lebaran.  

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَاِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّ اَرِنِيْ كَيْفَ تُحْيِ الْمَوْتٰىۗ قَالَ اَوَلَمْ تُؤْمِنْ ۗقَالَ بَلٰى وَلٰكِنْ لِّيَطْمَىِٕنَّ قَلْبِيْ ۗقَالَ فَخُذْ اَرْبَعَةً مِّنَ الطَّيْرِفَصُرْهُنَّ اِلَيْكَ ثُمَّ اجْعَلْ عَلٰى كُلِّ جَبَلٍ مِّنْهُنَّ جُزْءًا ثُمَّ ادْعُهُنَّ يَأْتِيْنَكَ سَعْيًا ۗوَاعْلَمْ اَنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌحَكِيْمٌ ࣖ
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati.” Allah berfirman, “Belum percayakah engkau?” Dia (Ibrahim) menjawab, “Aku percaya, tetapi agar hatiku tenang (mantap).” Dia (Allah) berfirman, “Kalau begitu ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah olehmu kemudian letakkan di atas masing-masing bukit satu bagian, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera.” Ketahuilah bahwa Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.

(QS. Al-Baqarah ayat 260)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement