Jumat 06 Jul 2018 06:42 WIB

Sukuk Hijau Dukung Proyek Inisiatif Iklim

Pembiayaan inisiatif iklim meningkat signifikan dari tahun ke tahun.

Rep: Binti Sholikah/ Red: Dwi Murdaningsih
Sukuk (ilustrasi)
Foto: The middle east magazine online
Sukuk (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Indonesia telah menetapkan anggaran (budget tagging) sebesar Rp 371 triliun untuk pembiayaan proyek inisiatif iklim pada 2016-2018. Salah satu sumber pembiayaan berasal dari Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) hijau atau green sukuk.

Direktur Pembiayaan Syariah Kementerian Keuangan, Suminto mengatakan komitmen tersebut membuktikan kepada dunia internasional mengenai pemerintah pusat sudah membelanjakan dari APBN untuk inisiatif iklim. Sumber pembiayaan anggaran tersebut antara lain dari pajak, penerimaan negara bukan pajak (PNBP), pinjaman luar negeri, kemudian pembiayaan dari pasar melalui penerbiyan green bond atau green sukuk.

Pada 1 Maret 2018 Pemerintah Indonesia menerbitkan sukuk negara di pasar global (global sukuk) senilai total 3 miliar dolar AS. Terdiri dari global green sukuk senilai 1,25 miliar dolar AS (setara Rp 16,7 triliun) dan reguler global sukuk senilai 1,75 miliar dolar AS.

"Dari Rp 317 triliun, yang ekuivalen baru Rp 16,7 triliun yang dibiayai dari green sukuk," kata Suminto kepada wartawan di hari kedua konferensi the 3rd Annual Islamic Finance Conference (The 3rd AIFC) di Makassar, Kamis (5/7).

Suminto menyatakan diperlukan banyak biaya untuk inisiatif iklim tersebut. Perkiraan Kemenkeu pada kurun 2015-2020 pembiayaan untuk inisiatif iklim sekitar 80 miliar dolar AS atau sekitar 18 miliar dolar AS per tahun. Pemerintah dibantu United Nations Development Programme (UNDP) membuat budget tagging untuk mengidentifikasi dan alokasi anggaran dalam mendanai proyek inisiatif iklim.

Pembiayaan inisiatif iklim meningkat signifikan dari tahun ke tahun. Budget tagging pada 2016 sebesar Rp 72 triliun, meningkat pada 2017 menjadi Rp 81 triliun dan pada 2018 sebesar Rp 164 triliun. Sumbernya dari APBN yang berasal dari pendapatan daerah seperti pajak atau pendapatan negara bukan pajak (PNBP).

Selain itu, pembiayaan dari pasar juga dinilai penting untuk memenuhi kebutuhan anggaran keuangan. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia menerbitkan surat utang hijau (green bond) dan sukuk hijau (green sukuk).

Menurut Suminto, inistiatif untuk meluncurkan green sukuk merupakan salah satu bentuk komitmen pemerintah untuk mengurangi efek dari adanya perubahan iklim dan sejalan dengan salah satu aksi pengendalian perubahan iklim serta mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Dana yang didapatkan dari green sukuk digunakan untuk mendukung target penurunan emisi sebanyak 26 persen di tahun 2020.

Apabila tidak didukung dengan adanya green sukuk, penurunan emisi diperkirakan hanya akan mencapai 15 persen pada 2020. Total alokasi dana yang diperlukan untuk perubahan iklim pada 2016 dan 2017 mencapai 11,2 triliun dolar AS tersebar di beberapa kementerian seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Transportasi. Beberapa sektor yang berpotensi untuk pengembangan sukuk antara lain energi terbarukan, manajemen sampah dan energi, transportasi, pariwisata, dan lain-lain.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement