REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Penerapan Islam Wasathiyah (moderasi Islam) diusulkan untuk dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah. Hal itu dinilai dapat mencegah radikalisme di kalangan pelajar di sekolah.
Menanggapi ini, Sekjen Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengatakan bahwa sebagai ajaran, Islam Wasatiyah bisa dimasukkan ke dalam materi pelajaran Pendidikan Agama Islam. Sehingga, materi berkaitan dengan nilai-nilai Islam Wasatiyah bukan menjadi mata pelajaran tersendiri atau pun dimasukkan dalam mata pelajaran yang lainnya.
"Sekarang ini beban belajar dan jumlah mata pelajaran sudah sangat berat. Karena itu hanya akan menjejali peserta didik dengan materi yang dominan aspek kognitif dan tidak efektif sebagai bagian dari pendidikan karakter," kata Mu'ti, saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (6/7).
Dalam hal ini, Mu'ti mengatakan bahwa nilai-nilai Islam Wasatiyah merupakan nilai universal yang tidak bertentangan dengan agama lain. Karena itu, menurutnya, nilai-nilai ini tetap dapat diajarkan kepada para peserta didik secara keseluruhan. Sehingga, selain Muslim, pelajar dari agama lain juga bisa mendapatkan pelajaran berkaitan dengan nilai-nilai Islam Wasatiyah.
”Yang berbeda adalah sumber ajarannya. Dalam hal ini sumber ajaran diambil dari masing-masing agama," lanjutnya.
Ia mengatakan, Islam Wasatiyah dimaknai dalam tiga pengertian, yaitu ajaran, nilai, dan karakter. Dalam hal ini, menurutnya, titik tekan yang diperlukan adalah aspek nilai, yang juga perlu lebih difokuskan lagi.
Mu'ti mengatakan, tujuh nilai Islam Wasatiyah yang tertuang dalam 'Bogor Message on Wasatiyah Islam' dapat menjadi prioritas. Bogor Message atau deklarasi Pesan Bogor merupakan hasil kesepakatan para ulama, yang merumuskan tujuh nilai universal yang diterima di seluruh dunia Islam. Deklarasi tersebut dihasilkan dalam Konsultasi Tingkat Tinggi (KTT) Islam Wasatiyah di Bogor pada 1-3 Mei lalu.
Dalam Pesan Bogor tersebut ditekankan tujuh nilai utama dalam Islam Wasatiyah, di antaranya Tawassut (posisi di jalan tengah dan lurus), I'tidal (berperilaku proporsional dan adil dengan tanggung jawab), Tasamuh (mengenali dan menghormati perbedaan dalam semua aspek), Syura (konsensus), Islah (manfaat publik), Qudwah (merintis inisiatif mulia dan memimpin umat untuk kesejahteraan manusia), dan Muwatonah (mengakui negara bangsa dan menghormati kewarganegaraannya).
Mu'ti menambahkan, bahwa pemahaman ajaran dan penanaman nilai Wasatiyah Islam merupakan dasar utama dalam membentuk manusia yang moderat, terbuka, dan berkemajuan. Karakter tersebut, menurutnya, merupakan kunci yang membuka wawasan dan memperkuat keragaman agama dan budaya sebagai kekayaan sosial dan spiritual bangsa Indonesia.
Sebelumnya, pada acara FGD Penguatan Kurikulum 2013 dalam Menumbuhkan Islam Wasatiyah di PBNU, Kamis (5/7), perwakilan dari Pusat Kurikulum dan Perbukuan Balitbang, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, M. Hamka mengatakan menumbuhkan Islam Wasatiyah tidak hanya fokus kepada pendidikan agama. Menurutnya, bidang-bidang lain juga perlu untuk dimasuki nilai-nilai tersebut.
Hal itu juga ditekankan oleh mantan sekretaris jenderal Kementerian Agama Bahrul Hayat, yang mengatakan bahwa sikap-sikap agar Islam Wasatiyah dapat tumbuh perlu dimasukkan ke dalam kurikulum. Ketua Lembaga Pendidikan Ma'arif NU, Arifin Junaidi, menambahkan bahwa Islam Wasatiyah dalam kurikulum dimaksudkan untuk mencegah paham radikalisme menyentuh sekolah.