REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengkhawatirkan perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Cina berpengaruh pada perekonomian daerah Indonesia. Dia menjelaskan hal tersebut terjadi karena adanya aktivitas ekspor yang juga dilakukan Indonesia.
"Di dalam perang dagang yang paling ditakutkan adalah adanya proteksi tarif tinggi yang kemudian bisa memengaruhi ekspor," kata Bambang di Hotel Ritz Carlton Jakarta, Selasa (10/7).
Jika eskspor produk atau komoditi terganggu menurutnya hal tersebut akan langsung berpengaruh ke perekonomian daerah. Terutama perekonomian daerah yang merupakan penghasil komoditas atau barang ekspor.
Terlebih, Bambang menilai produk ekspor Indonesia saat ini kita jauh lebih banyak dari manufaktur. "Produk manufaktur itu paling besar memang dari Pulau Jawa," ujar Bambang.
Jadi, kata dia, potensi yang paling terdampak dari perang dagang tersebut kemungkinan sektor manufaktur. Dia menjelaskan, sektor manufakturnya dimungkinkan terkait tekstil.
Perang dagang tersebut juga pada akhirnya akan berdampak langsung pada ekspor Indonesia jika dihadapkan pada kondisi tertentu. "Kemudian AS misalkan men-challenge Indonesia mengenai produk-produk yang saat ini sudah mendapatkan generalized system of preferences (GSP) tentunya akan mempengaruhi ekspor Indonesia ke AS," kata Bambang.
Indonesia disebut bisa menjadi salah satu negara yang terdampak akibat perang dagang AS dan Cina. Saat ini Indonesia berada di posisi ke-34 dari 45 negara yang berpotensi terdampak perang dagang berdasarkan nilai global value chain (GVC).
Untuk mengatasi hal tersebut, saat ini pemerintah termasuk Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyiapkan langkah antisipasi. Hal itu dilakukan dalam bentuk regulasi yang akan membuat perekonomian dan investasi Indonesia lebih baik. Pemerintah juga akan melakukan komunikasi dengan AS atas kebijakan yang sudah diambil untuk menghadapi perang dagang dengan Cina.