REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Uni Eropa akan mempertahankan sanksi terhadap Korea Utara (Korut). Sanksi baru akan dicabut bila Pyongyang telah melakukan denuklirisasi secara penuh dan terverifikasi.
"Kami akan menekankan perlunya memiliki denuklirisasi penuh, denuklirisasi yang tak dapat diubah dan terverifikasi sebelum sanksi apa pun dicabut. Jadi kami akan menjaga tekanan ekonomi di sana (Korut)," kata Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Federica Mogherini dalam sebuah konferensi pers seusai menghadiri pertemuan Dewan Urusan Luar Negeri Uni Eropa di Brussels, Belgia, Senin (16/7).
Menurutnya, kasus Korut hampir serupa dengan Iran. "Dengan Iran kami mencabut sanksi terkait nuklir bukan hanya pada akhir 12 tahun negosiasi mengenai perjanjian (nuklir), tetapi setelah perjanjian itu diterapkan di pihak Iran," ucapnya.
Pada 12 Juni, Presiden AS Donald Trump dan pemimpin Korut Kim Jong-un telah menandatangani sebuah kesepakatan ketika bertemu di Singapura. Adapun isi kesepakatan itu, pertama Korut dan AS setuju menjalin hubungan baru yang mengarah ke perdamaian.
Kedua, baik AS maupun Korut setuju untuk membangun rezim yang stabil di Semenanjung Korea. Ketiga, mengacu pada Deklarasi Panmunjeom, Korut menyatakan berkomitmen melakukan denuklirisasi menyeluruh di Semenanjung Korea.
Kemudian terakhir, kedua negara sepakat memulangkan tahanan perang atau tentara yang dinyatakan hilang yang telah teridentifikasi. Kendati telah menghasilkan kesepakatan, sama seperti Uni Eropa, AS menyatakan sanksi terhadap Korut tak akan dicabut. Sanksi baru akan dilepaskan ketika negara tersebut melakukan denuklirisasi secara penuh dan lengkap.