REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam satu dekade terakhir, terjadi peningkatan jumlah mualaf dari etnis Latin sebanyak dua kali lipat. World Magazine bahkan menyebutkan, peningkatan jumlah mualaf di dunia terbanyak terjadi pada kelompok hispanik tersebut. Fenomena pascainsiden 9/11 itu pun terjadi di salah satu wilayah Amerika Latin, yakni Kota Buenos Aires, di Argentina.
Argentina merupakan negara dengan penduduk Muslim terbesar dibandingkan negara Amerika Latin lain. Berdasarkan studi Pew Forum, Negara Tango ini menjadi rumah bagi hampir satu juta Muslim, atau sekitar 2,5 persen dari total populasi negara.
Dibanding dengan kota lain, ibu kota Buenos Aires merupakan wilayah dengan proporsi Muslim terbesar di negara Amerika Selatan tersebut. "Sebuah proporsi besar penduduk Muslim di negara itu terkonsentrasi di ibu kota Buenos Aires," tulis media setempat, The Argentina Independent.
Salah satu Masjid terbesar di Argentina, yang terletak di Buenos Aires
Menelusuri kota terpadat kedua di Amerika Selatan ini, Muslimin memang tampak hidup nyaman tanpa diskriminasi sosial. Sedikitnya terdapat tiga masjid yang tersebar di penjuru kota dan selalu ramai, terutama saat waktu Jumat. Muslimahnya pun bebas berjalan-jalan dengan mengenakan jilbab.
Apalagi mengingat beberapa tahun lalu, Pemerintah Argentina mengeluarkan undang-undang untuk kebebasan berjilbab. Bahkan, mereka pun diizinkan mengenakan jilbab di foto-foto KTP ataupun paspor mereka.
Selain fasilitas ibadah yang tersedia, mereka juga memenuhi kebutuhan pangan halal dengan mudah. Restoran halal tersebar di penjuru kota. Pemotongan hewan halal pun tersedia meski jumlahnya hanya satu. Selain itu, pemakaman Muslim pun tersedia untuk Muslimin Buenos Aires dan Muslimin Argentina pada umumnya. Lokasinya di pinggiran Kota Buenos Aires dengan penyediaan dan izin penuh dari pihak pemerintah.
Keharmonisan Muslimin dan masyarakat setempat yang didominasi Katolik pun makin terbentuk ketika Presiden Argentina, Cristina Kirchner, berkunjung ke Islamic Center di Buenos Aires untuk mengucapkan selamat Hari Raya Idul Fitri kepada umat Islam di sana pada September 2010 lalu.
Menurut United Ulama Council of South Africa (UUCSA), kunjungan itu menjadi momentum berharga bagi Muslimin Argentina, terutama Buenos Aires, untuk diakui eksistensinya. "Muslim hidup dalam harmoni yang sempurna dan mempraktikkan ibadah dengan kebebasan sepenuhnya, terutama setelah kunjungan itu," tulis web resmi UUCSA.
Islamic Center Buenos Aries, Argentina.
Dalam menjalankan ibadah, Muslimin Buenos Aires memang tak mengalami hambatan. Pun saat Ramadhan tiba. Sebagai wilayah dengan iklim subtropis, kota tujuan wisata favorit setelah Rio de Janeiro ini tak mengalami cobaan panjangnya waktu puasa seperti halnya di Eropa. Matahari terbit dan terbenam dengan rentang waktu yang cukup cepat. Muslimin Buenos Aires pun mensyukuri dan menyambutnya dengan gembira.
Secara internal, komunitas Muslimin di sana akan ditemui amat beragam. Tak hanya Suni, beberapa Muslimin pun menganut Sufi, Alawi, hingga Syiah. Pedro Brieger dan Enrique Herszkowich dalam artikel "The Muslim World" terbitan Universitas Buenos Aires menyebutkan, kaum Suni sebagian besar berasal dari Suriah dan menetap di kawasan Constitución, dekat CIRA. Adapun Syiah sebagian besar berasal dari Lebanon dan hidup di kawasan Flores, dekat komunitas Yahudi dan dekat Masjid Al Tauhid.
Sedangkan, penganut Alawi menetap di José Ingenieros, yang termasuk dalam provinsi Buenos Aires. Sementara, Druze menetap di kawasan Scalabrini Ortiz dan Córdoba, bertetangga dengan komunitas Yahudi yang dikenal dengan Ashkenazi Jews.
Masjid raya di Buenos Aires, Argentina
Meski beragam, mereka bersatu dan dinaungi organisasi Muslimin yang sama, baik di tingkat Buenos Aires maupun tingkat nasional Argentina. Bahkan, organisasi tingkat Amerika Latin, The Islamic Organization of Latin America (IOLA), pun bepusat di sana.
Namun, media nasional The Argentina Independent menyebutkan, masing-masing afiliasi keagamaan di Buenos Aires memiliki masjid berbeda. Kendati demikian, perbedaan masjid tidak diindikasikan perpecahan Muslimin di salah satu dari 20 kota terluas di dunia itu. "Ada baiknya menjelaskan bahwa setiap masjid tidak membedakan siapa saja yang bisa masuk," ujar Dr Noberto R Méndez, seorang profesor dan peneliti di Universitas Buenos Aires.
Dalam sejarahnya, awal mula Muslimin di Buenos Aires tak luput dari sejarah Islam Argentina. Komunitas Islam awal berasal dari para imigran Suriah dan Lebanon pada akhir 1850-an. Bahkan mantan Presiden Argentina, Carlos Menem Saul, memiliki nenek moyang bangsa Suriah.
Buenos Aires, Argentina
Menurut Pedro Brieger dan Enrique Herskowich dalam artikel "Masyarakat Muslim di Argentina" yang diterbitkan dalam "Todo es Historia", ketika komunitas Muslim di Argentina mulai tumbuh pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, hampir semua imigran Muslim adalah keturunan Arab, terutama dari Lebanon dan Suriah.
Jumlah komunitas ini cukup besar di Argentina. Namun, angkanya mulai menyusut ketika terjadi gelombang migrasi baru dari Afrika dan dari Arab, tapi beragama non-Islam. "Saat ini, keturunan Arab tetap mengambil proporsi yang signifikan dari populasi Muslim. Namun, arus migrasi telah bergeser, komposisi komunitas berubah," tulis artikel tersebut.
Menurut UUCSA, saat ini komunitas Muslim memang didominasi imigran Arab. Hanya saja, terdapat ikatan historis dengan Muslimin Spanyol yang dahulu sempat menjadi wilayah kekhalifahan Islam. Tak sedikit pula masyarakat Latin yang mendapat hidayah dan bergabung dengan komunitas Muslim.
Terdapat tiga masjid di Kota Buenos Aires, yakni Masjid Al-Tauhid yang dibangun komunitas Syiah pada 1983 dengan bantuan dari Kedutaan Besar Iran di Argentina, kemudian Masjid Al-Ahmed dari CIRA yang didirikan pada 1986 dengan bantuan dari Arab Saudi dan Libya, serta King Fahd Islamic Cultural Center yang diresmikan pada 2000 atas inisiatif Kerajaan Arab Saudi untuk Muslimin Argentina. Masjid yang ketiga inilah yang kemudian menjadi masjid terbesar, tak hanya di Argentina, tapi juga di Amerika Latin.
The King Fahd Islamic Cultural Center merupakan masjid yang sekaligus menjadi pusat kebudayaan Islam yang terletak di kawasan Palermo Buenos Aires. Masjid ini berdiri atas hasil kunjungan kenegaraan Presiden Argentina, Carlos Menem, ke Arab Saudi pada 1995. Pemerintah Argentina menghibahkan lahan seluas 34 ribu meter persegi untuk kemudian dibuat masjid dengan proyek dan dana dari Pemerintah Saudi. Masjid megah ini pun rampung dengan menghabiskan dana hingga 30 juta dolar AS atau sekitar Rp 300 miliar.
Dirancang oleh arsitek Saudi Zuhair Faiz, masjid ini sangat kental dengan gaya Timur Tengah lengkap dengan kubah dan menara. Kapasitas masjid dapat menampung jamaah hingga 1.200 pria dan 400 wanita. Tak hanya ruang ibadah, terdapat pula pusat budaya, perpustakaan, taman, sekolah Islam untuk tingkat dasar dan menengah, hingga asrama yang dapat menampung hingga 50 siswa.