REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas memiliki catatan khusus terkait program siaran televisi di Indonesia. Dia meminta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengarahkan program yang berbau mistik agar tidak menjurus kepada hal negatif.
"Apabila tidak diarahkan oleh ulama atau ustaz dengan perspektif agama, bisa membawa kepada kemusyrikan. MUI mengimbau acara yang bersifat mistik diperhatikan dan diarahkan agar lebih baik," kata Anwar saat memberikan pidato kunci di acara sosialisasi hasil Survei Indeks Kualitas Program Siaran Televisi KPI di Jakarta, Rabu (25/7).
Menurut Anwar, dunia penyiaran yang ideal seharusnya memberikan dampak positif kepada para audiensnya. Artinya, konten siaran tidak boleh merusak jiwa, merusak akal, merusak keturunan, merusak harta, apalagi merusak agama.
Apalagi, peran televisi dalam kehidupan bermasyarakat Indonesia sangat besar dan dianggap sebagai salah satu kebutuhan. Kehadiran televisi bisa bersifat positif seperti fungsi informatif, edukatif, hiburan, dan rekreasional, tetapi juga dapat menjurus pada dampak buruk.
Misalnya, keberadaan tayangan yang memuat kekerasan, sadisme, mistik, pornografi, gosip, dan hedonistik. Karena itu, Anwar sangat mengapresiasi kegiatan evaluasi periodik KPI melalui Survei Indeks Kualitas Program Siaran Televisi.
Anwar berharap seluruh pemangku kepentingan penyiaran bisa menjadikan hasil survei yang dilakukan KPI sebagai acuan. Dia juga meminta lembaga penyiaran tidak mengesampingkan aspek edukasi dan moral demi rating dan kepentingan pemilik modal.
"Jangan hanya berorientasi pada pragmatisme dan keuntungan semata, tapi juga pertimbangkan idealisme dan etika," ungkap Anwar yang menyoroti pentingnya kontribusi dunia usaha dalam mendukung konten siaran televisi berkualitas.