Rabu 25 Jul 2018 20:26 WIB

Sekjen MUI Minta KPI Arahkan Program TV Bersifat Mistik

Jika tidak diarahkan dengan perspektif agama, bisa membawa kepada kemusyrikan.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Andi Nur Aminah
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) merilis hasil Survei Indeks Kualitas Program Siaran Televisi Periode I Tahun 2018 di Jakarta, Rabu (25/7).
Foto: Dok KPI
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) merilis hasil Survei Indeks Kualitas Program Siaran Televisi Periode I Tahun 2018 di Jakarta, Rabu (25/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas memiliki catatan khusus terkait program siaran televisi di Indonesia. Dia meminta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengarahkan program yang berbau mistik agar tidak menjurus kepada hal negatif.

"Apabila tidak diarahkan oleh ulama atau ustaz dengan perspektif agama, bisa membawa kepada kemusyrikan. MUI mengimbau acara yang bersifat mistik diperhatikan dan diarahkan agar lebih baik," kata Anwar saat memberikan pidato kunci di acara sosialisasi hasil Survei Indeks Kualitas Program Siaran Televisi KPI di Jakarta, Rabu (25/7).

Menurut Anwar, dunia penyiaran yang ideal seharusnya memberikan dampak positif kepada para audiensnya. Artinya, konten siaran tidak boleh merusak jiwa, merusak akal, merusak keturunan, merusak harta, apalagi merusak agama.

Apalagi, peran televisi dalam kehidupan bermasyarakat Indonesia sangat besar dan dianggap sebagai salah satu kebutuhan. Kehadiran televisi bisa bersifat positif seperti fungsi informatif, edukatif, hiburan, dan rekreasional, tetapi juga dapat menjurus pada dampak buruk.

Misalnya, keberadaan tayangan yang memuat kekerasan, sadisme, mistik, pornografi, gosip, dan hedonistik. Karena itu, Anwar sangat mengapresiasi kegiatan evaluasi periodik KPI melalui Survei Indeks Kualitas Program Siaran Televisi.

Anwar berharap seluruh pemangku kepentingan penyiaran bisa menjadikan hasil survei yang dilakukan KPI sebagai acuan. Dia juga meminta lembaga penyiaran tidak mengesampingkan aspek edukasi dan moral demi rating dan kepentingan pemilik modal.

 

"Jangan hanya berorientasi pada pragmatisme dan keuntungan semata, tapi juga pertimbangkan idealisme dan etika," ungkap Anwar yang menyoroti pentingnya kontribusi dunia usaha dalam mendukung konten siaran televisi berkualitas.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement