Kamis 26 Jul 2018 09:45 WIB

Pengamat: Perpres Bisa Dinilai Jegal Anies

Pepres itu bisa menurunkan elektabilitas Jokowi.

Rep: Mabruroh/ Red: Muhammad Hafil
Founder Lembaga Survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI), Hendri Satrio.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Founder Lembaga Survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI), Hendri Satrio.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Politik Hendri Satrio menilai Perpres No 32 Tahun 2018 akan menambah beban negatif pada elektabilitas Joko Widodo (Jokowi). Karena, dengan  kebijakan tersebut dalam sudut pandang pengamat politik Hendri Satrio, akan membentuk persepsi masyarakat bahwa Jokowi takut dengan Anies Baswedan.

Bakal capres pejawat tersebut bisa dinilai tidak percaya diri dan takut jika Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ikut maju pada Pilpres 2019.  "Sepertinya takut untuk bersainhg, kalau kemudian publik merasa jangan-jangan ini untuk menjegal anies. Ya wajar kalau publik merasa Jokowi ini ingin menjegal Anies," kata Hendri, Kamis (26/7).

Harusnya sambung Hendri, Jokowi tidak perlu membuat Perpres yang mengatur gubernur maupun kepala daerah yang hendak maju pilpres untuk mendapatkan izin presiden. Perpres itu menurutnya hanya untuk menambah beban negatif pada elektabilitas Jokowi yang belum aman.

"Padahal dengan berbagai hasil survei hari ini elektabilitas Jokowi memang jauh dan cerita Jakarta itu menurut saya sulit terulang di level nasional. Karena memang banyak hal yang diperhitungkan yang terjadi di Jakarta kemarin tidak terjadi di level nasional," kata dia.

Seperti diketahui, Presiden RI Joko Widodo menetapkan PP no 32 Tahun 2018 pada 18 Juli 2018. Kemudian diundangkan oleh Kementerian Hukum dan HAM pada 19 Juli 2018.

"Gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota atau wakil walikota yang akan dicalonkan oleh partai politik peserta pemilu sebagai calon presiden atau calon wakil presiden harus meminta ini kepada presiden," bunyi Pasal 29 ayat (1) PP Nomor 32 Tahun 2018.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32 Tahun 2018 tentang tata cara pengunduran diri dalam pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD, presiden, dan wapres, dalam pencalonan presiden dan wapres, serta cuti dalam pelaksanaan kampanye pemilu. Peraturan ini telah diteken presiden pada 18 Juli 2018.

Dalam PP ini diatur perizinan bagi gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, wakil wali kota yang akan mencalonkan diri sebagai calon presiden (capres) maupun calon wakil presiden (cawapres). Dalam pasal 29 ayat 1 tertuang, pencalonan harus disertai dengan izin dari presiden.

"Gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, atau wakil wali kota yang akan dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebagai calon presiden atau calon wakil presiden harus meminta izin kepada presiden," bunyi ayat 1 pasal 29, dikutip dari laman setkab.go.id, Selasa (24/7).

Untuk memberikan izin, dalam ayat berikutnya disebutkan, presiden hanya memiliki waktu paling lama 15 hari setelah menerima surat permintaan izin. Namun, jika dalam waktu yang ditentukan presiden belum juga memberikan izin, maka izin dianggap sudah diberikan.

"Dalam hal Presiden belum memberikan izin dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), izin dianggap sudah diberikan," demikian bunyi ayat 3 pasal 29. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2018 ini telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 19 Juli 2018.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan, Presiden Jokowi tak mempermasalahkan jika ada kepala daerah, seperti gubernur yang maju sebagai capres atau cawapres pada Pilpres 2019. Tjahjo mengatakan, secara administrasi memang harus ada izin dari kepala negara bagi kepala daerah yang ingin maju di pilpres.

"Saya kira bapak presiden akan mengizikan kalau ada kepala daerah, misal seorang gubernur yang mau maju capres atau cawapres. Enggak ada masalah," kata Tjahjo dikutip dari siaran resmi Kemendagri, Rabu (25/7).

Tjahjo menilai wajar, izin kepala daerah kepada Presiden bagi kepala daerah yang hendak maju capres atau cawapres. Sebab, gubernur dilantik oleh Presiden berdasarkan keputusan presiden. Kendati demikian ia mengatakan, izin dari presiden hanya bersifat administratif.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement