Jumat 27 Jul 2018 15:26 WIB

Antara Pasar Ukaz dan Suqul Anshar

Pasar Ukaz berada di Makkah yang ketika itu merupakan suatu lembah tandus.

Pasar Ukaz
Foto: scth.gov.sa
Pasar Ukaz

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasar Ukaz merupakan salah satu pasar terkenal pada zaman Arab pra-Islam. Pasar Ukaz berdiri bersama beberapa pasar lain, seperti Dzil-Majaz dan Majinnah. Pasar Ukaz merupakan salah satu pusat perbelanjaan terlengkap yang tidak hanya dikunjungi oleh orang-orang Quraisy, tetapi juga raja-raja dan pangeran dari seluruh semenanjung Arab.

Dalam Ensiklopedia Peradaban Islam, Dr Syafii Antonio menjelaskan, musim haji menjadi musim perdagangan yang paling ramai. Pada saat itu, dibuka pasar-pasar Arab. Salah satunya, Pasar Ukaz. Di Ukaz, terdapat pula mimbar khusus sebagai tempat adu kepiawaian para penyair Arab.

Selain itu, Ukaz juga memiliki tempat penjual budak-budak dari berbagai ras, seperti budak Etiopia yang hitam, budak Rum yang berkulit putih, budak Persia, dan banyak lagi yang berasal dari India, Mesir, dan Asia Tengah.

Pasar Ukaz berada di Makkah yang ketika itu merupakan suatu lembah tandus. Sumber perekonomian Makkah ketika itu adalah perdagangan. Seiring dengan berjalannya waktu, perdagangan menjadi faktor penentu utama hubungan sosial penduduk Makkah. Makkah pun disebut sebagai Ummul Quro, yaitu sebuah pusat perniagaan besar.

Pusat perdagangan ini menjadi urat nadi kehidupan masyarakat Makkah. Pembangunan sektor spiritual, keagamaan, dan kebudayaan dibangun di atas prinsip jual beli. Karena itu, saudagar kaya menjadi orang-orang yang sangat menentukan dalam berbagai hal.

Dari mereka, aturan-aturan hukum dan tradisi yang berlaku dikeluarkan. Dari sini, muncul ketidakadilan, ketimpa ngan, kerakusan untuk meraup untung se banyak-banyaknya. Pada gilirannya, sistem ini menjadikan orang kaya makin kaya dan orang miskin makin tertindas.

Dalam kitab Hadharat al-Arab dijelaskan, tidak mungkin bangsa Arab tidak pernah memiliki peradaban yang tinggi. Apalagi, hubungan dagang mulitelateral yang berlangsung selama hampir 2.000 tahun. Julukan jahiliyah yang disematkan kepada mereka dan bermakna kebodohan merupakan kesalahan akidah mereka.

Di balik gelar itu, mereka menyimpan peradaban dan menyisakan berbagai aspek kemajuan politik, ekonomi, seni, dan budaya. Pada masa pemerintahan Saba', bangsa Arab bahkan menjadi penghubung perdagangan antara Eropa dan dunia Timur. Meski demikian, tidak dapat dimungkiri sistem perdagangan me reka jauh dari rasa keadilan.

Rasulullah SAW saat hijrah ke Madi nah mencoba membenahi sistem per ekonomian bangsa Arab, khususnya umat Islam. Pasar-pasar dibangun di sekitar masjid. Keberadaan pasar ini untuk menyaingi pasar-pasar yang telanjur didominasi oleh pasar kapitalis orang Yahudi.

Aktivitas jual beli difokuskan di pasar yang diberi nama Suqul Anshar. Pasar dibangun Abdurrahman bin Auf. Pasar ini dikelola 100 persen oleh umat Islam yang berlokasi tidak jauh dari pasar Yahudi.

Semua Muslim diimbau untuk ber jual beli dan melakukan semua aktivitas perdagangan di pasar itu tanpa bekerja sama dengan orang Yahudi. Meski demikian, status Nabi sebagai pemimpin tak dimanfaatkannya untuk menutup pasar tersebut. Tapi, lambat laun, roda per eko nomian Yahudi yang sudah ratusan tahun berjalan akhirnya gulung tikar.

sumber : Dialog Jumat Republika
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement