REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Ketua DPD Golkar Jabar, Dedi Mulyadi, berencana terbang ke negeri tirai bambu, Cina, untuk memulangkan 16 korban trafficking. Pasalnya, dari 16 korban tersebut, lima di antaranya tercatat sebagai warga Kabupaten Purwakarta. Bahkan, kelima korban itu terus meminta pertolongan melalui sambungan komunikasi telepon selular kepada mantan Bupati Purwakarta tersebut.
"Hari ini, kami mendatangi keluarga korban, untuk memintai penjelasan kenapa sampai anak-anak mereka bisa jadi korban perdagangan manusia ke Cina," ujar Dedi, kepada Republika.co.id, Jumat (27/7).
Dedi sangat prihatin dengan terjadinya kasus perdagangan manusia ini. Apalagi, ini merupakan kali pertama terjadi di Purwakarta, pascadirinya berhenti menjabat sebagai bupati. Sebab, dulu ketika jadi bupati, persoalan seperti ini biasanya mendera para buruh migran.
Yaitu, pemkab saat ini menbantu memulangkan buruh migran yang disiksa, meninggal dunia, bahkan yang hilang kontak selama bekerja di luar negeri. Tetapi, kali ini kasusnya berbeda. Mereka warga biasa, alias bukan buruh migran (TKI) tetapi bisa berada di Cina, sudah dua bulan lamanya.
Bahkan, kelima warga Purwakarta ini menjadi korban kawin kontrak. Parahnya lagi, berdasarkan curhatan mereka ke dirinya, kelima perempuan ini kerap mendapat siksaan dari suami kontraknya. Bahkan, salah satu dari 16 perempuan yang disekap di salah satu apartemen ini, yakni berinisial CEP, menghilang entah kemana.
Untuk itu, pihaknya akan menbantu keluarga korban, supaya ke 16 perempuan ini bisa segera pulang ke tanah air. Salah satu upayanya, berkoordinasi dengan penyidik Polda Jabar, KBRI Indonesia untuk Cina serta Kementerian Luar Negeri.
"Sebab, kasus perdagangan manusia ini sudah dirilis Polda Jabar, Kamis kemarin," ujarnya.
Bahkan, sambung Dedi, bila diperlukan dirinya siap terbang ke Cina, untuk membantu memulangkan mereka. Sebab, jika tak segera ditangani, kondisi mereka bisa lebih parah lagi. Mengingat, selama dua bulan di Cina, mereka diperlakukan tidak manusiawi.
Satu-satunya cara mereka bertahan, yaitu dengan berbuat baik kepada pria yang menyekap mereka. Supaya, alat komunikasi tidak dirampas. Sebab, handphone yang mereka miliki, menjadi alat untuk mengabarkan kondisi mereka ke keluarga.
"Jadi, cara mereka berkomunikasi dengan pria Cina itu melalui handphone tersebut. Sebab, perempuan warga Purwakarta ini tak mengerti bahasa Cina, begitu juga sebaliknya," ujar Dedi.
Sementara itu, Ai Maemunah (50 tahun) ibu kandung DF, salah satu korban perdagangan manusia asal Kampung Cihideung, Kelurahan Cisereuh, Kecamatan Purwakarta, mengaku, dirinya sangat bersedih atas nasib anak keduanya itu. Awalnya, DF akan menjalani nikah kontrak, dengan pria Cina. Tetapi, bukannya kebahagiaan yang diterima. Justru mendapatkan kekerasan fisik dan seksual.
"Tolong anak kami pak, dia janda anak tiga. Kami ingin, anak kami dan rekan-rekannya bisa segera pulang ke tanah air. Kami tak tega, setiap hari mereka menangis minta pulang," ujar Ai sambil berurai air mata.