REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Kisah yang terdapat dalam dua kitab hadis sahih, yaitu Shahih Bukhari dan Shahih Muslim ini mengisahkan kepada para pembaca tentang kekuasaan Allah SWT membangkitkan mereka yang mati kembali hidup, meski tubuh mereka telah berserakan ke mana-mana.
Cerita ini bertutur tentang seorang laki-laki yang memiliki nikmat melimpah berupa kekayaan harta dan anak-anak menggemaskan. Akan tetapi, dia tidak bersyukur kepada Tuhannya atas nikmat-nikmat yang Dia berikan. Sepan jang usianya, dia tenggelam dalam dosa dan kemaksiatan.
Ketika maut datang menjemput, dia teringat keadaannya kepada Tuhannya dan kemaksiatannya kepada-Nya. Dia sangat ketakutan. Lelaki itu yakin, jika dia kembali kepada Allah, lelaki itu akan disiksa dengan siksaan yang pedih. Sehingga dia berusaha lari menghindar dari azab Allah SWT. Akalnya me ne mukan cara berlari dari azab itu.
Dia memanggil anak-anaknya. Dia ber bicara kepada mereka untuk mengingatkan jasa-jasanya. Dia bertanya, "Bapak seperti apa aku ini bagi kalian?" Mereka menjawab, "Sebaik-baik bapak." Lalu laki-laki ini menyampaikan kegelisahan dan kecemasannya kepada anak-anaknya.
Dia mengakui dosa-dosa dan kemaksiatan-kemaksiatannya. Dan jika Allah mampu, niscaya Dia akan mengazabnya dengan azab yang tidak tertandingi. Maka, dia memerintahkan anak-anaknya agar membakarnya dan menebarkan abunya di udara agar selamat dari azab Allah. Dia menyangka Allah tidak mampu mengumpulkan dan menghidupkannya.
Laki-laki ini telah menyusun rencana untuk anak-anak tentang apa yang harus mereka lakukan terhadap dirinya setelah dia mati. Ringkasnya, mereka harus mengumpulkan kayu bakar, menyalakan api lalu membiarkannya terbakar api itu hingga menjadi arang, lalu sisanya digiling hingga menjadi abu, kemudian mereka harus menunggu hari yang panas dengan angin yang kencang.
Setengah abunya ditebar ke laut dan setengahnya lagi ditebar di daratan. Dia mengira inilah taktik paling jitu. Maka, Tuhannya tidak bisa mengembalikan dan menghidupkannya setelah apa yang dilakukan oleh anak-anaknya ke padanya.
Laki-laki ini lupa bahwa Allah SWT berkuasa atas segala sesuatu bahwa Dia akan membangkitkan hamba-hamba- Nya pada hari kiamat. Ada yang dimangsa ikan-ikan lautan, ada yang diterkam burung atau binatang buas di da ratan, ada yang telah berubah menjadi tanah dan tanahnya menjadi bahan makanan bagi tumbuh-tumbuhan.
Meski demikian, Allah mampu membangkitkan dan menghidupkan mereka. Allah mampu mengumpulkan mereka dari perut-perut ikan, burung, dan binatang buas. Firman Allah, "Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan yang Maha Pemurah selaku seorang hamba. Se sungguhnya Allah telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti. Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari Kiamat dengan sendiri-sendiri." (QS Maryam [19]: 93-95)
Laki-laki ini meminta kepada anak-anaknya agar berjanji melakukan apa yang dia wasiatkan. Dia mengancam mereka, jika tidak mau berjanji, ia akan mengalihkan harta warisan kepada orang lain. Maka, anak-anaknya menyang gupi permintaannya dan ber sumpah melakukan untuknya.
Setelah laki-laki ini mati, anakanaknya melakukan permintaan bapak mereka. Maka, Allah memerintahkan bumi dan laut agar mengumpulkan serpihan-serpihannya.
Lalu Dia berfirman, "Jadilah si fulan." Lelaki yang telah mati itu sontak berdiri. Ketika Allah bertanya mengapa dia memerintahkan anak-anaknya melakukan apa yang dilakukan, dia menjawab (dan Allah lebih tahu ten tangnya), "Karena takut kepada-Mu."
Maka, Allah mengampuni dosa-dosa nya karena rasa takutnya itu. Dia memaklumi dugaannya bahwa Allah tidak mampu mengembalikannya karena kebodohannya. Demikian kisah ten tang kuasa Allah menghidupkan kem bali mereka yang telah mati.
Ada banyak hikmah yang bisa dipetik dari kisah di atas. Di antaranya takut kepada Allah termasuk derajat tertinggi orang-orang saleh. Dengannya Allah mengampuni banyak dosa. Allah telah mengampuni dosa-dosa besar lakilaki ini karena hatinya menyimpan rasa takut kepada Tuhannya.
Bisa saja Allah memaafkan seseorang karena kebodohannya, sebagaimana Dia telah memaafkan laki-laki ini, yang mengira bahwa Allah tidak mampu membangkitkannya jika anak-anaknya menghamburkan abunya di angin yang kencang.
Sebagian ulama mengklaim bahwa laki-laki ini dikuasai perasaan yang berlebih. Dia seperti seorang laki-laki yang salah karena saking bahagianya, lalu Dia berucap, "Kamu adalah hamba-Ku dan Aku adalah Tuhanmu."
Klaim ini tidaklah benar. Buktinya adalah wasiat yang dikatakan kepada anak-anaknya begitu runtut. Hal ini menunjukkan bahwa dia memahami ucapannya. Dia telah membuat rencana yang harus dilakukan oleh anak-anaknya, agar membakarnya, melembutkannya dan menebar debunya dengan cara yang cermat.
Dia berbincang dengan anak-anaknya dan mengambil janji mereka. Semua itu menepis klaim bahwa dia tidak mengerti apa yang diucapkannya. Dan yang benar adalah bahwa Allah memaafkannya karena kebodohannya. Dan tidak boleh mengafirkan orang bodoh seperti apa yang diduga oleh laki-laki ini dan diperintahkannya.
Selanjutnya, pelajaran berharga lain dari kisah ini, yaitu kodrat Allah untuk membangkitkan dan menghidupkan. Allah telah memerintahkan bumi dan laut supaya mengumpulkan abu laki-laki ini yang telah berantakan. Allah pun memerintahkannya, maka kembalilah laki-laki itu seperti sedia kala.
Dan begitulah Allah menghidupkan makhluk-makhluk pada hari Kiamat setelah tulang-tulang mereka lapuk dan tubuh mereka bercerai-berai. Dan kemudian, tidak boleh mengkafirkan seorang hamba Muslim karena dosa. Seorang mukmin pendosa yang tidak bertaubat, maka perkaranya kembali kepada Allah. Jika Dia berkehendak, maka Dia menyiksanya. Jika Dia berkehendak, maka Dia mengampuninya (Ini berlaku untuk dosa selain dosa syirik).
Dan hikmah yang terakhir, semestinya anak-anak dari laki-laki ini tidak melaksanakan ucapan bapaknya. Tidak boleh taat kepada makhluk dalam hal kemaksiatan kepada Allah, dan saat itu bapak mereka memerintahkan kepada kemaksiatan.