REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah akan mengendalikan impor barang konsumsi dengan mengevaluasi tarif Pajak Penghasilan (PPh) impor. Hal itu bertujuan untuk memperkecil defisit neraca transaksi berjalan.
"Ada sekitar 900 komoditas impor yang sedang kita review dan akan kita lihat kapasitas dalam negeri untuk memenuhinya. Sekarang tarifnya bervariasi mulai 2,5 hingga 7,5 persen. Kita evaluasi untuk melihat tarif yang baik," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta pada Jumat (24/8).
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menjelaskan, pemerintah akan mengevaluasi barang konsumsi yang terkena PPh Impor secara menyeluruh. Dengan kemajuan Bea Cukai yang telah menertibkan impor berisiko tinggi, Kemenkeu kini memiliki data yang lebih lengkap terkait importir dan barang-barang yang diimpor.
"Untuk barang-barang yang sudah diproduksi dalam negeri terutama oleh UMKM. Kita akan jauh lebih tegas dalam mengendalikannya. Kita akan melakukan langkah yang sangat tegas untuk mengendalikan barang konsumsi tersebut," kata Sri.
Sri mengatakan, evaluasi tersebut akan dilakukan dalam satu hingga dua pekan ke depan. Sehingga, pemerintah bisa menerbitkan aturan sekitar awal September 2018.
Selain mengkaji tarif PPh Impor, Sri menyebut, pemerintah juga akan mengevaluasi proyek infrastruktur pemerintah yang belum mencapai tahap pemenuhan pembiayaan atau financial closing. Penerapan kewajiban penggunaan Biodiesel 20 persen (B20) yang mulai efektif 1 September 2018 juga diharapkan dapat menghemat devisa.
"Untuk devisa bisa hemat 2 hingga 2,3 miliar dolar AS sampai 2018," kata Sri.