REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menilai aksi tagar #2019GantiPresiden sudah mulai berubah dari kampanye negatif menjadi kampanye hitam. PSI juga sepakat jika aksi ini disebut menyebarkan kebencian kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Penggunaan tagar ini memang sangat provokatif. Sebagai sebuah kampanye negatif yang mulai berubah menjadi kampanye hitam. Meminjam istilah Prof Dr. Jimly Asshiddiqie, gerakan politik ini adalah 'menyebar kebencian terhadap presiden yang masih menjabat'," kata Sekjen PSI Raja Juli Antoni di Jakarta, Senin (27/8).
Toni mengaku prihatin dengan kericuhan yang terjadi di beberapa kota di Indonesia sebagai aksi dan reaksi terhadap gerakan politik tagar #2019GantiPresiden. Menurutnya, aksi gerakan menyebar kebencian terhadap presiden yang masih menjabat¿ itu sangat potensial menuai reaksi penolakan karena Presiden Jokowi merupakan presiden yang dicintai rakyat.
"Presiden Jokowi memberikan layanan pendidikan dan kesehatan terbaik bagi rakyat dalam sejarah republik ini. Presiden yang membangun infrastruktur untuk masa depan anak muda bangsa, presiden yang berhasil menekan inflasi sehingga meringankan beban belanja kebutuhan pokok 'emak-emak'," ujar dia.
Toni menegaskan semua warga negara berhak menikmati ruang publik yang demokratis. Namun di tahun politik ini, dia menyarankan agar semua kelompok kepentingan menghindari provokasi yang berpotensi membuat kericuhan di akar rumput.
Dia menyarankan agar pegiat tagar #2019GantiPresiden memulai kampanye positif, misalkan dengan mengubah tagar menjadi #2019PrabowoPresiden atau #2019PASmenang dan lain sebagainya, yang lebih mendidik masyarakat.
"Kepada para pecinta Pak Jokowi diharapkan tetap tenang dan tidak terprovokasi. Kita patut mencontoh politik santun Pak Jokowi yang tidak pernah marah meski dihina, dicaci-maki selama empat tahun terakhir. Kepada Tuhan YME kita berlindung dan berpasrah diri," kata dia.