REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla (JK) mengatakan, kasus korupsi berjamaah DPRD Kota Malang merupakan peringatan bagi seluruh kepala daerah. Sebab, korupsi ini akan menimbulkan kerugian bagi daerah maupun wakil rakyat itu sendiri.
“Korupsi berjamaah, kesialan itu, kita prihatin juga melihat seperti itu, ini peringatan kepada bupati, walikota, gubernur, dan juga anggota DPRD untuk jangan berbuat seperti itu,” ujar JK di kantornya, Selasa (4/9).
Pada Senin (3/9), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan 22 anggota DPRD Malang periode 2014-2019 sebagai tersangka. Sebelumnya, 19 anggota DPRD Kota Malang sudah terlebih dahulu menjadi tersangka.
Baca juga: PBNU: Penolakan UAS Terkait Ormas yang Dibubarkan Pemerintah
JK menilai, kasus korupsi massal ini akan merugikan anggota DPRD maupun kepala daerah terkait. Sebab, karir politik mereka akan terancam mandeg. Tak hanya itu, kasus korupsi berjamaah ini akan menganggu kinerja pemerintahan daerah.
“Bagaimana pun karier politiknya habis, masuk penjara lagi, kasihan, janganlah itu jadi peringatan kita semua,” kata JK.
Diketahui, KPK baru saja menetapkan 22 anggota DPRD Kota Malang sebagai tersangka suap terkait persetujuan penetapan Rancangan Peraturan Daerah (Perda) Kota Malang tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun anggaran 2015. Para anggota DPRD Kota Malang itu diduga menerima hadiah atau janji serta gratifikasi dari Wali Kota nonaktif Malang Moch Anton.
Mereka yang ditetapkan menjadi tersangka adalah Arief Hermanto, Teguh Mulyono, Mulyanto, Choeroel Anwar, Suparno Hadiwibowo, Imam Ghozali, Mohammad Fadli, Asia Iriani, Indra Tjajyono. Kemudian, Een Ambarsari, Bambang Triyoso, Diana Yanti, Sugiarto, Afdhal Fauza, Syamsul Fajrih, Hadi Susanto, Erni Farida, Sony Yudiarto, Harun Prasojo, Teguh Puji Wahyono, Choirul Amri, dan Ribut Harianto.
Baca juga: Puluhan Anggotanya Ditahan KPK, DPRD Kota Malang 'Lumpuh'
Basaria menuturkan, berdasarkan fakta persidangan, ke-22 anggota DPRD Kota Malang itu diduga menerima masing-masing sekitar Rp 12,5 juta sampai Rp50 juta dari Anton selaku Wali Kota Malang periode 2013-2018. Uang tersebut diberikan terkait pelaksanaan fungsi dan wewenang sebagai anggota DPRD Kota Malang.
Atas perbuatannya, para anggota DPRD Kota Malang itu dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Selain itu, mereka juga dijerat Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Penetapan tersangka terhadap para anggota DPRD merupakan pengembangan dari kasus yang telah menjerat mantan Ketua DPRD Kota Malang, M Arief Wicaksono, dan mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Pengawasan Bangunan (PUPPB), Jarot Edy Sulistyono.
Dalam hal ini, penyidik menduga Arief memperoleh uang Rp 700 juta dari tersangka Jarot. Sebanyak Rp 600 juta dari yang diterima Arief kemudian didistribusikan kepada sejumlah anggota DPRD Kota Malang melalui Anton.
Baca juga: Bawaslu: 2019 Ganti Presiden Bukan Pelanggaran Kampanye