Jumat 07 Sep 2018 04:25 WIB

Warga Idlib Bersiap Hadapi Serangan

Warga menggali sebuah gua persembunyian untuk menyelamatkan diri.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Ani Nursalikah
Sukarelawan White Helmets mencari korban setelah ledakan di Idlib, Suriah, April lalu.
Foto: EPA/Mohammed Badra
Sukarelawan White Helmets mencari korban setelah ledakan di Idlib, Suriah, April lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Warga Idlib bersiap menghadapi serangan militer Suriah dan sekutunya, Iran serta Rusia. Mereka menggali tempat berlindung dan menyiapkan masker seadanya guna mengantisipasi serangan senjata kimia.

Hudhayfa al-Shadad adalah salah satu warga Idlib yang telah mempersiapkan diri dalam menghadapi gelombang serangan militer Suriah. Ia bahkan telah mendesain masker menggunakan cangkir kertas yang diisi dengan kapas dan arang. Terdapat lubang kecil-kecil di bagian bawah cangkir kertas tersebut.

Cangkir kertas itu kemudian diikatkan ke wajah anak-anak. Selanjutnya, Hudhayfa menutupi kepala anak-anak dengan plastik. Cara itu diharapkan dapat melindungi mereka dari serangan senjata kimia. "Kami sedang mempersiapkan yang kami bisa, masker primitif kecil yang dapat kami tempatkan di mulut anak-anak kami jika kami terkena bahan kimia," katanya.

Pada April 2017, sebuah pesawat tempur yang diyakini milik Pemerintah Suriah menjatuhkan gas kimia sarin ke Khan Sheikhoun di Idlib. Serangan tersebut menewaskan lebih dari 80 orang. Peristiwa itu membuat warga Idlib cukup trauma dan akhirnya mendorong mereka menyiapkan perlindungan sedari dini sebelum serangan senjata kimia terjadi lagi.

Sementara itu, saudara Hudhayfa, yakni Ahmed Abdulkarim al-Shadad (35 tahun), telah menggali sebuah gua persembunyian untuk menyelamatkan diri bila serangan militer datang. "Kami sebagai warga sipil telah mulai mempersiapkan gua," ujarnya.

Warga Idlib lainnya, Jaafar Abu Ahmad (50 tahun), mengaku masih belum percaya bahwa akan ada serangan militer besar-besaran ke wilayahnya. "Saya tidak percaya akan ada serangan terhadap Idlib. Itu semua adalah perang media," kata Ahmad.

Kendati demikian, ia telah mengantisipasi bila serangan militer benar-benar terjadi. Hal itu dilakukannya dengan membuat sebuah gua untuk tempat keluarganya berlindung.

"Kami telah menggali tanah selama dua bulan tanpa henti, saya, istri, dan anak-anak saya," ungkapnya.

Dengan ancaman serangan militer yang akan datang, sejumlah dewan lokal dari seluruh Idlib juga meminta pertolongan Turki untuk menyediakan perlindungan. "Bagi kami di daerah-daerah yang dibebaskan, satu-satunya penjamin kami dalam negosiasi adalah saudara kami Turki," ujar kepala dewan desa Ma'shureen Ahmad Shataam al-Rashu.

Turki diketahui telah mendirikan pos pengamatan di sepanjang garis depan antara kelompok pemberontak dan pasukan pemerintah. Menurut Ahmad, Turki telah mengatakan kepada mereka itu adalah tanda komitmennya melindungi masyarakat Idlib.

Serangan udara telah melanda sebagian wilayah Idlib pada Kamis (6/9). Kelompok Syrian Observatory for Human Rights mengatakan, pesawat tempur, yang diyakini milik Rusia, menjatuhkan bom dan menghantam desa di selatan Idlib serta sebuah desa di Provinsi Hama yang berdekatan. Belum ada laporan tentang adanya korban luka dan tewas akibat serangan itu

Suriah dan Rusia juga belum mengonfirmasi tentang serangan udara tersebut. Namun kedua negara telah menyatakan serangan yang mereka lancarkan hanya menargetkan kelompok pemberontak dan milisi.

Serangan militer ke Idlib telah dimulai pada Selasa (4/9). Serangan dibuka dengan bom-bom udara yang dijatuhkan pesawat tempur Rusia. Hal tersebut dikonfirmasi kelompok The Syrian Observatory for Human Rights. Namun Rusia belum mengonfirmasi tentang serangan itu.

Idlib merupakan wilayah yang hendak direbut kembali oleh Suriah dengan bantuan sekutunya, yakni Rusia dan Iran. Saat ini Idlib masih dikuasai milisi pemberontak yang menentang pemerintahan Bashar al-Assad. Idlib menjadi satu-satunya wilayah yang masih berada di luar kontrol Pemerintah Suriah.

PBB telah memperingatkan, serangan ke Idlib, yang dihuni 2,9 juta orang, berpotensi menciptakan keadaan darurat kemanusiaan dalam skala yang belum terlihat sebelumnya. Jumlah warga Idlib yang membutuhkan bantuan, yang saat ini sudah cukup tinggi, akan melonjak tajam. Sementara itu, 800 ribu orang diperkirakan dapat mengungsi bila serangan besar-besaran terjadi di sana.

Perang di Suriah telah berlangsung selama sekitar tujuh tahun. Lebih dari 500 ribu orang telah tewas sejak konflik meletus pada 2011. Perang pun telah menyebabkan lebih dari 10 juta warga Suriah mengungsi ke berbagai negara.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement