REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Tawuran antar pelajar SMAN 6 Jakarta dengan SMAN 70 Jakarta yang merembet
menjadi kericuhan siswa dengan wartawan telah membuat malu Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas). Pekan depan, Kemdiknas akan mengundang sebanyak 20 SMA/SMK bermasalah untuk bersama-sama mencari jalan keluar mengatasi masalah tawuran.
"Rencananya pekan depan kami akan mengundang 10 SMA dan 10 SMK untuk duduk bersama dengan kami serta sejumlah pemerhati pendidikan dan dinas pendidikan DKI Jakarta," ujar Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemdiknas, Hamid Muhammad, kepada wartawan, Rabu (21/9).
Hamid enggan menyebut SMA dan SMK mana saja yang akan diundang. Namun ia menegaskan ke-20 SMA/SMK tersebut merupakan sekolah yang berada di wilayah DKI Jakarta. "Untuk saat ini kami fokus ke wilayah DKI Jakarta dulu. Baru selanjutnya wilayah-wilayah lain," tutur Hamid.
Hamid menegaskan, Kemdiknas sangat malu atas peristiwa yang terjadi tersebut, mengingat letak kedua SMA tersebut sangat berdekatan dengan kantor Kemdiknas yang terletak di kawasan Senayan, Jakarta Selatan.
"Kami sangat malu karena seharusnya sekolah-sekolah di ibukota negara seharusnya memberikan contoh baik. Ini malah mempertontonkan tindak kekerasan yang sangat bertentangan dengan nila-nilai pendidikan," keluh Hamid.
Sekolah-sekolah di ibukota, menurut Hamid, menjadi prioritas karena menjadi titik-titik yang sering mendapatkan sorotan publik. "Jakarta adalah barometer. Kalau peristiwa seperti ini (tawuran pelajar) jadi tradisi di ibukota maka bukan tidak mungkin bakal ditiru kota-kota lain," katanya.
Hamid berharap pertemuan nanti bisa menjelaskan akar permasalahan yang sebenarnya akan seringnya tawuran di 20 sekolah tersebut. Ada beberapa yang ingin diketahui Kemdiknas pada internal 20 sekolah tersebut, salah satunya adalah regulasi sekolah.
"Kami ingin mengetahui apakah aturan yang diterapkan di masing-masing sekolah jelas. Kedua mengenai bagaimana penerapan regulasi sekolah tersebut. Konsisten atau tidak," katanya.
Hamid mengungkapkan, persoalan tawuran tidak akan bisa diselesaikan dengan cepat karena hal tersebut sudah menjadi budaya yang berlangsung sejak lama. "Kita akan selesaikan satu demi satu. Saya sendiri tidak akan menargetkan kapan persoalan ini bisa selesai," ujar Hamid.