REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Gagasan Program Wajib Belajar 12 Tahun yang akan digulirkan pada 2012 sempat ditolak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Alasannya, tak ada dana untuk program itu. Namun, setelah melalui perjuangan yang alot, Program Wajib Belajar 12 Tahun itu akhirnya disetujui Kemendikbud.
Pernyataan itu diungkapkan Pimpinan Fraksi Partai Golkar di Komisi X DPR RI (bidang pendidikan), Ferdiansyah. "Terus terang, sempat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) tidak setuju (menerapkan Program Wajib Belajar atau Wajar 12 Tahun itu), dengan alasan dananya tidak ada," ujar Fediansyah kepada ANTARA Riau, Senin (2/1). Menurut dia, alasan tidak adanya dana itu sebetulnya tak bisa jadi pengganggu.
''Tengok saja dana BOS. Pada awalnya kan untuk SD dan SMP pun juga dimulai dengan tidak (mengunakan dana) besar. Jadi, hal ini sebenarnya hanya soal kemauan politik," ungkapnya. Menurut Ferdiansyah, sejumlah fraksi pendukung lainnya melihat sikap Mendikbud beserta jajarannya di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang awalnya tidak setuju (penerapan Program Wajar 12 Tahun), bisa dianggap sikap tidak konsisten.
"Ini suatu sikap yang tidak konsisten. Karena, Wajar Pendidikan Dasar (Dikdas) Sembilan Tahun menurut keterangan Mendikbud sendiri, sudah tuntas pada Tahun Ajaran 2009/2010. Artinya, sudah waktunya meneruskan pada Wajar 12 Tahun," tegasnya.
Ferdiansyah juga kurang memahami apa yang menjadikan Mendikbud kurang konsisten, padahal selama ini selalu optimistis dalam pencapaian target-target tertentu. "Makanya perlu diklarifikasi, mengapa khusus untuk Program Wajar 12 Tahun, beliau bersikap demikian," katanya.
Ferdiansyah kemudian mengingatkan Kemdikbud agar selalu mendahulukan riset dan perenungan yang arif, sebelum menetapkan suatu kebijakan. "Lakukanlah perenungan, riset, evaluasi dan perbaikan yang tentunya menggunakan data yang valid, misalnya, dengan memanfaatkan Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemdikbud," katanya.
Ia mengharapkan pemanfaatan peran Balitbang seoptimal mungkin harus dilakukan sehingga Mendikbud tidak mengeluarkan kebijakan yang sering terkesan ragu-ragu atau tidak konsisten dalam penerapannya.