REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyalurkan dana bantuan operasional perguruan tinggi negeri Rp 20 miliar melalui Universitas Terbuka untuk pembebasan biaya studi para guru di daerah terdepan, tertinggal, dan terluar.
"Ini merupakan upaya Kemendikbud untuk mendorong guru segera mencapai kualifikasi pendidikan jenjang S1 atau D4, sebagaimana amanat dalam Undang-Undang Guru dan Dosen," kata Mendikbud Mohammad Nuh di Kantor Kemendikbud di Jakarta, Senin.
Nuh menjelaskan, penggunaan BOPTN sebesar itu merupakan bentuk penugasan yang diberikan Dirjen Dikti (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, red) kepada UT, di mana total anggaran BOPTN 2013 mencapai Rp2,7 triliun untuk 92 perguruan tinggi negeri (PTN).
Dia juga mengatakan, UT mendapatkan anggaran sebesar Rp 100 miliar, dimana Rp 20 miliar diantaranya diperuntukkan bagi pembebasan biaya studi guru di daerah 3T yang belum memiliki kualifikasi S1 atau D4. "Melalui UT, anggaran Rp 20 miliar ini diharapkan dapat membiayai lebih dari 4.000 guru," ujarnya.
Menurut Nuh, data di Kemendikbud menunjukkan bahwa hingga 2012, hanya 75 persen dari sekitar 2,9 juta guru yang memenuhi kualifikasi akademik S1 atau D4.
"Artinya, masih ada 25 persen lagi guru yang belum S1. Jadi, program afirmasi untuk guru ini bertujuan menjalankan amanat undang-undang yang menetapkan semua guru pada akhir 2015 harus bergelar minimal S1 atau D4," katanya.
Lebih lanjut dia menjelaskan, alokasi anggaran BOPTN telah diatur untuk membiayai penelitian dosen dan untuk mensubsidi biaya operasional lainnya, terutama untuk SPP, uang gedung, uang praktikum, wisuda, dan biaya lain yang harus dibayar oleh seorang mahasiswa.
Selain untuk para guru di daerah 3T, kata Nuh, dana BOPTN melalui UT itu juga diperuntukkan melayani para pekerja migran Indonesia yang bekerja di luar negeri.
"Itu khususnya untuk mensubsidi kegiatan operasional yang berkaitan dengan tutorial tatap muka maupun online, ujian, dan layanan mahasiswa luar negeri di kantong-kantong TKI, seperti di HongKong, Korea, dan Taiwan," jelasnya.
"Meskipun para pekerja migran itu bekerja di luar negeri, mereka tetap bisa melanjutkan pendidikan tinggi," lanjutnya.
Dia menambakan, program universitas terbuka itu bukanlah suatu bentuk pendidikan alternatif sehingga program itu lebih bersifat optional (bersifat pilihan).
Pada kesempatan itu, Rektor UT Tian Belawati mengatakan bahwa pihaknya siap untuk menjalankan penugasan dari Kemendikbud, terutama terkait dengan pelayanan bagi guru yang belum mencapai gelar S1 atau D4 di daerah 3T.
"Pada 2012 dari sekitar 493.000 mahasiswa UT, 78 persen diantaranya adalah para guru dari seluruh penjuru Tanah Air yang ingin meningkatkan kualifikasi akademik," katanya.
Tian menambahkan, pihak UT akan mengoptimalkan biaya yang telah tersedia itu untuk bisa dimanfaatkan bagi pembebasan biaya studi guru daerah 3T.
Oleh karena itu, kata dia, pihaknya akan segera melakukan sosialisasi agar guru bisa benar-benar memanfaatkan kesempatan tersebut.
"Faktanya masih banyak guru yang belum S1 atau D4 karena untuk mendapatkan gelar itu mereka seringkali terbentur masalah biaya. Kini biaya itu sudah tersedia, tinggal bagaimana memanfaatkannya. Kami segera menyiapkan peraturan dan persyaratannya," ujar Tian.