REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Tim mahasiswa Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta mengembangkan lampu hias dengan memanfaatkan limbah lampu bohlam yang sudah mati.
"Lampu bohlam mati dapat dijadikan lampu hias dengan pemanfaatan sinar dari LED dan diperindah dengan teknik 'glass painting' yakni melukis di atas kaca lampu bohlam," kata koordinator tim Sugeng Riyadi di Yogyakarta, Jumat.
Dengan demikian, kata dia, limbah lampu bohlam dapat meningkatkan daya saing produk kecil dan menengah, serta dapat menjadi solusi dari pencemaran lingkungan.
"Produk lampu hias dari limbah bohlam yang diberi nama Lakis itu memiliki inovasi baru dari ragam kreasi lampu hias dan lampu tidur yang selama ini ada di pasaran yang biasanya berbahan baku bukan dari limbah," katanya.
Menurut dia, bahan limbah bohlam dipilih karena bentuknya yang unik, murah, dan memiliki karakteristik kaca yang bening yang dapat menjadi media untuk melukis dengan teknik "glass painting".
"Dengan bahan baku limbah yang murah itu menjadikan Lakis memiliki nilai jual tinggi dan dapat dijadikan kerajinan 'home industry' yang bisa meningkatkan daya saing produk usaha kecil dan menengah," katanya.
Ia mengatakan ada beraneka ragam jenis lukisan Lakis yang dihasilkan dari pengolahan limbah bohlam dengan teknik "glass painting". Ragam tersebut tergolong kreativitas untuk menarik masyarakat terhadap produk Lakis.
"Penampilan produk Lakis sebagai lampu hias dan lampu tidur berbahan baku limbah itu tidak kalah dengan produk kerajinan lampu hias yang telah ada. Dari segi kualitas dan kegunaannya, produk Lakis juga serupa dengan produk lampu hias yang telah ada," katanya.
Selain itu, produk Lakis harganya lebih murah, lebih tahan lama penggunaanya, dan dapat dijadikan lampu hemat energi. Hal ini disebabkan bahan baku pembuatan produk kerajinan Lakis merupakan limbah bohlam yang sudah tidak terpakai di mana limbah bohlam sulit teruraikan.
"Lakis juga dapat dijadikan lampu hias dan lampu tidur hemat energi karena tidak menggunakan listrik melainkan baterai 'handphone' yang dapat diisi listrik dan tahan lama," katanya.
Anggota tim mahasiswa Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) itu adalah Ingge Septia Cahyadi dan Eza Ria Friatana.