Ahad 15 Jun 2014 22:19 WIB

Lulusan PT Diproyeksikan Jadi Wurausaha

Calon mahasiswa perguruan tinggi (ilustrasi)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Calon mahasiswa perguruan tinggi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Lulusan perguruan tinggi diharapkan menjadi wirausahawan ketimbang melamar pekerjaan ke berbagai instansi dan perusahaan yang belum tentu diterima, kata Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia Edy Suandi Hamid.

"Saat ini bukan saatnya lagi merasa lebih bergengsi menjadi pegawai baik pegawai negeri sipil (PNS) maupun pegawai perusahaan swasta," kata Edy yang juga Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia (UII) di Yogyakarta, Ahad.

Menurut dia, dulu orang merasa bangga menjadi PNS, dan merasa rendah kalau hanya berbisnis atau usaha mandiri. Sekarang sudah berubah, orang melihat bagaimana kinerjanya, bagaimana hasil karyanya, sehingga tidak ada pekerjaan yang otomatis mengangkat status sosial seseorang.

"Dulu untuk menjadi pejabat seolah hanya bisa dari PNS atau militer. Sekarang kan tidak, karena banyak pengusaha bisa menjadi gubernur, wali kota, bupati hingga menteri, bahkan ada yang menjadi wapres atau calon presiden," katanya.

Ia mengatakan saat ini ratusan ribu lulusan perguruan tinggi menganggur, dan memberikan gambaran betapa persaingan di bursa kerja lulusan perguruan tinggi sangat ketat. Persaingan ketat juga membuat gaji mereka tertekan ke bawah.

"Dengan berlakunya ASEAN Economic Community (AEC) pada 2015, persaingan itu akan semakin ganas. Tenaga terdidik dan terlatih dari negara ASEAN akan banyak masuk ke Indonesia," kata mantan Rektor UII itu.

Menurut dia, mereka sudah menyiapkan diri sejak lama menghadapi persaingan pada era AEC, sedangkan Indonesia belum melakukan apa-apa.

"Oleh karena itu, para sarjana baru diharapkan terus mengasah pengetahuan dan keterampilan khususnya 'soft skill," katanya.

Ia mengatakan dari suatu penelitian yang dilakukan Harvard University, Amerika Serikat, diketahui "hard skill" hanya menyumbang 20 persen dari karir seseorang, sedangkan 80 persen ditentukan "soft skill" seperti kemampuan berkomunikasi, kemampuan berorganisasi, kepemimpinan, daya analitis, etika, dan kemampuan beradaptasi.

"Indeks prestasi diperlukan, tetapi bukan yang utama. Oleh karena itu, tak mengherankan jika para CEO perusahaan ketika merekrut tenaga kerja melihat dari 'soft skill' terutama kemampuan bekerja dalam tim, kemampuan mengambil keputusan dengan cepat, dan kemampuan berkomunikasi baik internal maupun eksternal," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement