REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Sebanyak 20 mahasiswa National University of Singapore (NUS) dan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya mengadakan kuliah lapangan bersama bertajuk '1st Asian Undergraduate Summit, Leadership in a Complex World: Food, Water, and Energy Nexus' pada 15-19 Juni.
"Selama program itu, peserta akan melakukan kuliah lapangan di Surabaya, Mojokerto, dan Lamongan. Program itu juga dilakukan NUS dengan beberapa universitas di ASEAN dan Unair merupakan satu-satunya universitas di Indonesia yang diajak kerja sama," kata Ketua International Office and Partnership Unair David Segoh di kampus setempat di Surabaya, Selasa (16/6).
Di Surabaya, peserta diajak mendengarkan paparan materi yang disampaikan oleh para pakar, seperti Prof Dr dra Ni Nyoman Tri Puspaningsih MSi (Direktur Pendidikan Unair/pakar Biokimia Fakultas Sains dan Teknologi Unair) dan Prigi Arisandi (aktivis dan peneliti dari Ecoton). Selain itu, peserta juga diajak mengunjungi Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Seloliman di Mojokerto dan kawasan instalasi air di salah satu desa di Lamongan.
Menurut Nyoman, kekayaan alam Indonesia bisa dijadikan sebagai sumber energi terbarukan, terutama yang berasal dari sampah pertanian. "Ada banyak sampah pertanian yang sebenarnya bisa diolah menjadi sumber energi terbarukan, seperti tebu, singkong, dan eceng gondok. Namun, hal ini menjadi masalah baru karena dua dari tiga bahan tersebut adalah sumber pangan, sehingga perlu kolaborasi peran periset dan pengusaha," katanya.
Senada dengan itu, Sharmala Solomon selaku pemimpin delegasi dari NUS mengatakan perbedaan latar belakang keilmuan bukan menjadi masalah, karena pangan, air, dan energi itu berkaitan erat dengan kehidupan. "Karena itu, saya tertarik mendengarkan paparan materi yang disampaikan," katanya.
Di Lamongan pada 17 Juni 2015, Sharmala dan peserta akan mengunjungi tempat instalasi air di salah satu desa dan sekolah-sekolah. "Kami akan mengajarkan tentang siklus air dan pemanfaatan air yang higienis untuk mencuci tangan. Kami akan beri alat-alat seperti kit agar anak-anak di sana lebih memahami dengan bantuan teman-teman dari Unair," kata Sharmala, mahasiswi Linguistik dari NUS.
Ketua International Office and Partnership Unair David Segoh mengatakan program itu diadakan di Unair selama 5-6 hari (15-19 Juni), lalu pada 5-12 Juli ke NUS. "Mahasiswa Unair nanti tidak hanya berinteraksi dengan mahasiswa NUS, tetapi juga dari perguruan tinggi lain yang bermitra dengan NUS," katanya.
Ia menilai kegiatan itu bisa dimanfaatkan oleh para peserta untuk saling berdiskusi dan bahkan memberikan solusi terhadap masalah-masalah yang dihadapi oleh negara-negara di dunia. "Kita berusaha menyatukan dunia akademisi dan bisnis. Semua negara mengalami persoalan itu. Dengan keikutsertaan pada forum ini, anak-anak muda bisa tahu masalah yang terjadi di negara tetangga dan barangkali memberikan solusi atau ide-ide baru yang nantinya mereka tekuni saat studi lanjut, misalnya," katanya.
Dalam waktu yang sama (15/6), Wakil Rektor I Unair Prof Dr H Achmad Syachrani MS Apt melepas 214 relawan Gerakan Peduli Ibu dan Anak Sehat (GELIAT) Unair yang terdiri atas para mahasiswa D3, S1, S2, S3, dosen, dan karyawan. Mereka diterjunkan di enam kecamatan di Surabaya, yaitu Mulyorejo, Kalijudan, Tenggilis, Kalirungkut, Medokan Ayu, dan Gunung Anyar, untuk mengawal ibu hamil dalam menyiapkan calon generasi penerus bangsa yang sehat, karena angka kematian ibu di Jawa Timur mencapai 567 orang pada 2014 dan angka tertinggi di Surabaya.