Selasa 04 Aug 2015 16:12 WIB

JK Sebut Penerima Beasiswa LPDP Berutang kepada Negara

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Dwi Murdaningsih
Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Foto: Republika/Yasin Habibi
Wakil Presiden Jusuf Kalla.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan para penerima beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) memiliki utang kepada negara. Sebanyak 128 orang menerima beasiswa LPDP untuk menempuh pendidikan S2 dan S3.

Kendati demikian, JK mengatakan, mereka tidak perlu membayar utangnya kepada negara. Mereka cukup memberikan prestasinya dengan belajar keras.

"Jadi kalau anda tidak belajar keras, kasian yang memberikan beasiswa anda, maka anda harus belajar keras. Anda berutang kepada negara, anda bayarnya bukan dengan uang tapi prestasi, daya saing, kemampuan, produktivitas. Ga perlu anda bayar uang, kaya dulu," kata JK saat memberikan pembekalan pada penerima beasiswa LPDP di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (4/8).

JK mengatakan, pemerintah pun memberikan beasiswa yang tidak sedikit agar para penerima beasiswa dapat menempuh pendidikan lebih tinggi. Nilai beasiswa yang diberikan setiap bulannya pun disebutnya setara dengan gaji Wakil Presiden, yakni sekitar Rp 40 juta.

"Setiap program S2 butuh dana Rp 1 M setiap dua tahun, anda harus bersyukur karena tidak semua orang bisa memperoleh kemudahan itu, artinya setiap tahun, setiap bulan dibiayai negara kurang lebih Rp 40 juta. Apabila dihitung sederhana saja, saya ga bisa makan lagi karena gaji Wapres hanya Rp 40 juta per bulan," jelas JK.

Lebih lanjut, ia pun berharap program ini dapat memberikan manfaat bagi para penerima beasiswa serta bagi bangsa. Selain itu, JK juga berharap dengan pendidikan yang lebih baik juga dapat membantu meningkatkan daya saing serta produktivitas bangsa.

Dari 128 penerima beasiswa, 73 diantaranya merupakan perempuan. JK menilai hal ini pun menunjukan adanya kemajuan kesetaraan gender.

Tak hanya itu, Kalla juga mengingatkan agar para penerima beasiswa dapat membangun jaringan dengan masyarakat atau ilmuwan dari negara manapun, bukan hanya berkelompok dengan warga Melayu.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement