REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Rektor Universitas Indonesia (UI) Prof. Dr. Ir. Muhammad Anis, M.Metmengukuhkan dua Guru Besar di lingkungan UI yaitu Prof.Dr.Amy Yayuk Sri Rahayu M.Si dan Prof. Mari Elka Pangestu, Ph.D pada Sabtu (9/8) di Balai Sidang UI, kampus Depok. Kedua profesor tersebut menambah jumlah Guru Besar yang dimiliki UI yang kini mencapai 300 profesor.
Kepala Humas dan KIP Universitas Indonesia?, Rifelly Dewi Astuti, SE, MM mengatakan, Prof. Amy Yayuk merupakan Guru Besar Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI (FISIP UI) ke-24 dan merupakan Guru Besar Perempuan dari FISIP UI ke-5. Sedangkan Prof. Mari Elka adalah Guru Besar Ekonomi Internasional Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI (FEB UI) ke-57 dan merupakan Guru Besar Perempuan dari FEB UI ke-7.
Prof.Amy menyampaikan pidato pengukuhannya berjudul “Meritokrasi dan Revolusi Mental: Fenomena Perubahan Birokrasi Pelayanan Publik di Indonesia.” The Global Competitiveness Index (2013-2014) menyatakan bahwa terdapat sejumlah faktor paling problematis yang menghambat doing business di Indonesia yaitu korupsi (19.3%), birokrasi pemerintah yang tidak efisien (15%), ketidakmampuan dukungan infrastruktur (9.1%), akses terhadap pembiayaan (6.9%), dan undang-undang ketenagakerjaan yang ketat (6.3%).
Dari indeks tersebut terlihat bahwa birokrasi memiliki peran cukup kuat di dalam menghambat pertumbuhan bisnis di Indonesia. Birokrasi merupakan bagian penting dalam struktur organisasi yang disebut Negara. Reformasi Birokrasi (RB) menjadi salah satu agenda penting yang tengah dijalankan pemerintahan saat ini. Kualitas Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah salah satu kunci keberhasilan RB.
Melalui penerapan meritokrasi dan revolusi mental diharapkan upaya peningkatan kualitas pelayanan publik dapat tercapai. Lintasan perjalanan reformasi birokrasi (RB) pelayanan publik di Indonesia telah menunjukkan sejumlah fenomena perubahan. Meritokrasi adalah suatu sistem yang digunakan untukmenentukan kualitas pegawai.
Meritokrasi tidak saja mengacu pada kompetensi intelektual yang diperoleh melalui pendidikan, pengalaman dan keterampilan, kecakapan fisik dan etika kerja melainkan juga ke arah kesetaraan-kemampuan-upaya. Titik awal dimulainya sistem meritokrasi di Indonesia ditandai dengan terbitnya UU nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN).
Meritokrasi erat kaitannya dengan mental. Prinsip-prinsip meritokrasi sekaligus juga mengandung perubahan perilaku atau karakter atau mentalitas. Perubahan senantiasa diupayakan namun permasalahan yang dihadapi saat ini adalah mengubah perilaku atau mentalitas, atau karakter atau mindset adalah tidak semudah mengubah aspek knowledge dan skill apalagi dalam waktu cepat/revolusi.
Dalam pidato ilmiahnya dengan judul, “Globalisasi, Kekuatan Ekonomi Baru dan Pembangunan Berkelanjutan: Implikasi bagi Indonesia”, Prof. Mari menyampaikan bahwa ekonomi kreatif, adalah kekuatan baru ekonomi Indonesia untuk menjawab tantangan globalisasi dan mencapai pembangunan berkelanjutan.
Prof. Mari menguraikan bahwa tantangan global yang dihadapi Indonesia adalah melambatnya pertumbuhan ekonomi global selama 3-5 tahun kedepan, untuk itu, Indonesia perlu diversifikasi ekspor dan memupuk sumber daya saing dan pertumbuhan baru.
Indonesia memang memiliki keunggulan komparatif yang berbasis sumber daya alam maupun yang padat karya, namun jika hanya mengandalkan hal tersebut maka akan dengan mudah tertinggal.
Dibutuhkan diversifikasi dan membangun kekuatan kedepan antara lain melalui keterampilan sumber daya manusia, teknologi, dan kreativitas. Dengan membangun kapasitas seperti itu Indonesia bisa masuk dalam mata rantai nilai tambah global.
Lebih lanjut diuraikan bahwa berdasarkan ilmu ekonomi baku, pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh dua proses. Pertama, karena akumulasi modal, tenaga kerja dan sumber daya alam. Kedua, karena peningkatan produktivitas yang disebakan oleh suatu ide kreatif untuk meningkatkan produksi dengan mengunakan faktor produksi dan proses produksi yang sama.
Sehingga yang penting adalaah bagaimana ide kreatif tersebut muncul dan bagaimana pencetus ide kreatif dapat memperoleh nilai ekonomi sehingga kreativitas akan berlangsung terus.
Pada saat yang bersamaan dari dahulu sampai sekarang kita sudah nmenyadari pentingnya modal budaya dan kearifan lokal kita sebagai sumberninspirasi kreatif, dan pentingnya menjaga pelestarian lingkungan hidup.
Perpaduan antara model ekonomi, kreativitas yang bermodal SDM kreatif, nkreativitas dari modal budaya dan kerarifan lokal, dan pengetahuannmaupun teknologi yang ada, maka ekonomi kreatif bukan saja dapat
meningkatkan pertumbuhan, tetapi pembangunan yang berkelanjutan juga nakan tercapai – Indonesia yang hijau, Indonesia yang berbudaya dan nrakyat Indonesia yang mempunyai kualitas hidup yang lebih baik.