REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Orang tua umumnya mengambil strategi netral dalam investasi pendidikan untuk anak-anaknya, tidak memperhatian kemampuan kognitif anak. Kesimpulan itu berdasarkan penelitian mahasiswa Program Studi Doktor Ilmu Ekonomi FEB UGM Adji Pratikto.
"Hal ini berarti orang tua berusaha untuk mengalokasikan sumber daya yang sama tanpa melihat perbedaan kemampuan kognitif anak-anaknya," kata Adji Pratikto dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (23/3).
Paparan penelitian ini dilakukan Adji dalam rangka promosi ujian doktor dan melalui penelitian itu juga menunjukkan faktor gender memiliki pengaruh yang signifikan, yakni anak perempuan memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan saudara laki-lakinya.
Adji menilai hal itu menarik dari perspektif ilmu ekonomi karena anak perempuan dipersepsikan memiliki penghasilan yang diperkirakan lebih rendah diandingkan dengan anak laki-laki.
Persepsi itu timbul karena banyak temuan di dalam penelitian yang memperlihatkan bahwa rata-rata tingkat upah pekerja perempuan lebih rendah dibandingkan dengan pekerja laki-laki.
"Kemungkinan orang tua mengambil strategi kompensasi dalam investasi pendidikan terkait dengan gender anak-anaknya tersebut," kata Adji.
Selain itu, hasil penelitian mengungkapkan orang tua dari rumah tangga di Indonesia masih memiliki ketergantungan terhadap beasiswa dari institusi lain di luar sekolah.
Anak yang menerima beasiswa dari institusi lain akan memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan saudaranya yang tidak menerima beasiswa.
Namun, beasiswa dari sekolah dalam bentuk pengurangan biaya sekolah tidak memiliki pengaruh yang signifikan. Hal itu berarti pengurangan biaya sekolah masih belum mampu untuk mendorong orang tua dalam menyekolahkan anak-anaknya.
Dalam rumah tangga miskin, kemiskinan yang dialami oleh orang tua akan menghalangi anaknya untuk mengakses pendidikan yang diinginkan sehingga mereka tidak mampu bersaing di pasar kerja.
Oleh karena itu, peran pemerintah dalam penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang mampu diakses oleh rumah tangga miskin menjadi satu kebutuhan dalam mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.