REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Tim Robot Universitas Gadjah Mada berhasil menjuarai kontes internasional di AS. Kontes diselenggarakan 6-8 April 2018 dalam rangka The 25th year of the Trinity College International Fire Fighting Home Robot Contest di Oosting Gymnasium.
Tim UGM mewakili Indonesia berhasil menjadi juara usai menyabet medali emas dan perak kategori lomba robot berkaki. Mereka terdiri dari Atin Yudi Wibowo, Adien Gumilang, Dani Setyawan dan Habib Astari Adi. Mereka didampingi Dekan Sekolah Vokasi, Wikan Sakarinto selaku dosen pembimbing dan Ketua Pembina Gadjah Mada Robotic Team, Rachmat Sriwijaya. Wikan menuturkan, mereka sempat tidak menyangka tim robot berhasil menjadi juara.
"Robot berkaki yang diberi nama Al Fatih, sempat mengalami masalah sebelumnya. Ada bagian robot yang patah setelah ke luar dari bagasi pesawat," kata Wikan, Senin (9/4).
Dalam perjalanan dari Abu Dhabi sampai ke Bandara John F Kennedy New York, koper yang berisi dua robot yang dibawa Tim UGM tidak diperkenankan masuk ke dalam kabin. Petugas imigrasi memaksa agar masuk ke bagasi pesawat.
"Petugas imigrasi AS di Abu Dhabi bersikeras melarang koper berisi robot masuk kabin, meski ditempel stiker fragile, tetap tidak bisa memastikan koper kita terlempar, tertumpuk dan terbentur," ujar Wikan.
Alhasil, setelah dari bandara, salah satu bagian robot ada yang mengalami patah, yang membuat tim ragu dan sedikit kecewa karena sudah mengalami masalah sebelum bertanding. Mereka berharap lem yang menyambungkan bagian robot yang patah membawa keberuntungan.
"Sudahlah, pokoknya dilem dan dipanaskan dengan hair dryer, saya minta anak-anak tetap percaya diri buat tampil maksimal besoknya," kata Wikan satu hari sebelum perlombaan.
Masalah belum selesai. Selama tiga jam lebih, keempat mahasiswa harus menguras energi, pikiran dan mental karena terdapat peraturan agar semua robot yang mengikuti perlombaan harus mengikuti tiga kali uji gelombang suara secara acak dengan kondisi dinyalakan.
Peraturan itu semakin membuat mahasiswa panik, lantaran mereka belum pernah menemukan aturan yang seperti itu selama mengikuti perlombaan. Bila tidak lolos uji, dipastikan robot dari Indonesia tidak bisa ikut lomba.
"Terpaksa bongkar pasang sensor suara, dan kita hanya membawa empat buah sensor dari dua robot, idealnya enam sensor untuk dua robot. Mereka melakukan riset, eksperiman dan bongkar pasang, hingga asap solder mengepul, hampir menabrak batas waktu yang ditentukan," ujar Wikan.
Bahkan, Tim UGM sempat meminta panitia agar memberikan kelonggaran waktu untuk dua robot yang dipastikan betul-betul siap mengikuti uji tersebut. Setelah dirasa sudah siap ikut tes, kedua robot dinyatakan lolos uji.
Untuk itu, Wikan merasa keberhasilan ini patut diapresiasi, mengingat perjuangan untuk benar-benar bisa lolos dan menjadi juara begitu besar. Terutama, agar menjadi kebanggaan bagi anak muda Indonesia untuk bisa berkarya dan meraih prestasi yang lebih baik lagi.