REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) meminta agar kampus tegas dalam memberi sanksi kepada mahasiswanya yang terbukti menjadi joki dalam Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) 2018. Kampus pun diimbau tidak segan untuk mengeluarkan mahasiswa tersebut.
"Bila terbukti yang bersangkutan dapat diberhentikan statusnya sebagai mahasiswanya," kata Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Prof Intan Ahmad saat dihubungi Republika, Jumat (11/5).
Dia mengatakan, masih adanya mahasiswa menjadi joki pada pelaksanaan SBMPTN menjadi kabar menyedihkan bagi dunia pendidikan tinggi di Indonesia. Namun, dia meyakini, setiap kampus akan memproses dengan serius mahasiswanya yang terindikasi menjadi joki.
"Jadi ya kampus biarkan menjalankan otonominya untuk menerapkan sanksi dengan aturan yang ada di kampus," ungkap dia.
(Baca: Panlok 82 Makassar Masih Telusuri Dugaan Perjokian)
Menurut dia, pembinaan terhadap mahasiswa perlu terus dilakukan sebagai upaya meniadakan praktik koruptif atau per-joki-an oleh mahasiswa. Kampus, dan terutama keluarga, juga memiliki andil untuk mendidik anak agar bersikap jujur.
"Di Indonesia ada sekitar 6,9 juta mahasiswa. Tiap tahun ada sekitar 1,4 juta mahasiswa baru, baik dari universitas negeri maupun swasta. Jadi, pembinaan mesti dilakukan semua pihak," kata Intan.
Sebelumnya, panitia pusat SBMPTN 2018 menemukan indikasi kecurangan dalam pelaksanaan ujian tulis SBMPTN 2018 di Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (8/5) kemarin. Ketua panitia pusat SNMPTN/SBMPTN 2018 Ravik Karsidi mengatakan, sejak awal pihaknya mendeteksi adanya per-joki-an ini, yaitu peserta yang mendaftar berkali-kali.
"Kemudian, kami mendalami dan curigai dan saat ujian ketahuan. Lalu, kami atasi dengan memindahkan tempat duduk (peserta yang dicurigai)," ujar Ravik, Rabu (9/5).