REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelibatan organisasi ekstra dalam Unit Kegiatan Mahasiswa Pengawal Ideologi Bangsa (UKMPIB) masih menimbulkan pro-kontra. Dalam penerapannya pelibatan organisasi ekstra juga memiliki dampak positif dan negatif bagi kehidupan kampus.
Kepala pusat studi Pancasila Universitas Gadjah Mada (UGM) Heri Santoso menjelaskan setidaknya ada tiga dampak positif. Pertama, organisasi ekstra bisa dijadikan sebagai counter wacana dari masuknya beragam ideologi dan pemahaman penentang ideologi Pancasila.
"Organisasi ekstra, khususnya yang tergabung dalam Cipayung Plus itu sudah diyakini mereka berideologi Pancasila. Jadi memang negara sudah seharusnya membuka jalan bagi mereka untuk kembali ke kampus," kata Heri saat dihubungi Republika, Senin (5/11).
(Baca: SDM Pembina Ideologi Kampus Harus Disiapkan Matang)
Heri memandang, organisasi ekstra sebagai wadah kaderisasi yang bakal menjadi pemimpin harus dirangkul oleh kampus. Dengan catatan, rektor mampu membuat kebijakan yang mampu memfilter kepentingan golongan tertentu.
Dampak positif kedua, lanjut Heri yaitu jaringan yang luas dan lintas kampus. Dia menjelaskan, organisasi ekstra semisal Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dan lainnya memiliki kader di hampir semua kampus di Indonesia.
"Berbeda dengan BEM yang cakupannya sangat kecil. Misal ketua BEM UGM tidak bisa masuk ke BEM UI, karena berbeda. Namun kader HMI UGM dengan kader HMI UI bakal bisa bergabung karena mereka satu payung," ungkap dia.
Karena itu, upaya untuk melakukan pembinaan ideologi bangsa juga semakin luas bisa efektif. Dampak positif ketiga yakni dapat menghasilkan kader calon pemimpin yang mengadopsi nilai-nilai luhur Pancasila dalam hidup dan pemikirannya.
Adapun dampak negatifnya, kata Heri, yakni kampus dikhawatirkan bakal menjadi ajang pertarungan kekuasaan dari luar kampus melalui jalur alumni.
"Dalam konteks ini Rektor harus adil dan bijaksana. Jika rektor juga alumni organisasi ekstra tertentu, jangan sampai dia berat sebelah. Rektor harus bisa mewadahi semua golongan," jelas dia.
Dengan adanya kebijakan ini, lanjut Heri, beberapa universitas yang cenderung homogen seperti Muhamadiyah, NU, Katolik Kristen, Hindu dan lainnya juga pasti bakal memiliki kekhawatiran masuknya pengaruh lain. Namun menurut dia, kampus tidak perlu defensif karena nanti akan terjadi mekanisme alamiah menuju kedewasaan.