REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir menuturkan, masyarakat perlu mencermati tumbuhnya sikap radikalisme dalam masyarakat Indonesia yang mengambil bentuk pemaksaan kehendak dengan jalan kekerasan. Khususnya dalam iklim keterbukaan dan kebebasan yang luas saat ini.
Secara teoritis, Nasir menuturkan, keterbukaan dan kebebasan memberikan akses yang luas dan pengelolaan aspirasi masyarakat lebih baik. Namun, kondisi ini juga dapat membahayakan kebhinekaan dan stabilitas nasional.
"Bila kita tidak waspada dan mengambil langkah-langkah pencegahan dan penangkalan," ujarnya saat menjadi khatib solat Idul Fitri 1440 H di Masjid Agung Jawa Tengah, Rabu (5/6).
Nasir menambahkan, Islam merupakan ‘agama damai’ (Din as salam), memiliki karakter anti kekerasan dan anti kerusakan. Nabi Muhammad SAW juga pernah menyampaikan sabda bahwa kekerasan, anarkisme, menebar ketakutan dan menebar teror di tengah komunitas Muslim bukanlah bagian dari ajaran Islam.
Muslim sejati merupakan orang yang selalu menebar kasih sayang, selalu hati-hati dan berpikir seribu kali dalam berucap maupun berbuat. Dengan demikian, tidak ada ucapan dan perbuatan yang menyakiti dan melukai serta mencederai hati maupun fisik orang lain.
Upaya dakwah mengajak manusia dengan hikmah dan nasihat yang baik, khususnya menyadarkan umat Islam akan esensinya sebagai ummatan wasathan atau umat moderat perlu ditingkatkan. "Dengan begitu, umat manusia kembali menemukan jati dirinya (fitrah) sebagai hamba Allah yang saleh dan peduli dengan sesama," ucap Nasir.
Dari Ramadhan, Nasir mengatakan, kita berharap lahir generasi perubahan (agent of change) yang senantiasa memperbaiki diri dan mengubah sekelilingnya ke arah kebaikan. Di sisi lain, juga memajukan kualitas sumber daya manusia dan mengusung beban bangsa menuju Indonesia yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur atau negeri yang adil, makmur, serta diridhai Allah.
Dengan demikian, Nasir menjelaskan, ciri keislaman dapat terwujud di alam nyata. "Yakni, rahmatan lil allamin (rahmat bagi semesta), sumber daya manusia yang unggul, universal dan memayungi semua," tuturnya.
Selanjutnya, Nasir mengajak umat Muslim untuk memulai Syawal ini dengan pengendalian diri, kelapangan dada dan kepedulian sosial terhadap sesama, bertekad menjadikan Islam sebagai rahmat bagi semesta. Dengan begitu, pelaksanaan Idul Fitri dapat memiliki makna yang agung.