Ahad 21 Jul 2019 22:31 WIB

ITB Sambut Baik Usia Pensiun Peneliti Diperpanjang

Perpanjangan usia peneliti bisa meningkatkan produktivitas penelitian.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Ratna Puspita
Rektor Institut Teknologi Bandung Prof. Dr.Ir. Kadarsah Suryadi di kantor Redaksi Republika di Jakarta, Rabu (7/9).
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Rektor Institut Teknologi Bandung Prof. Dr.Ir. Kadarsah Suryadi di kantor Redaksi Republika di Jakarta, Rabu (7/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Institut Teknologi Bandung (ITB) menyambut baik pengesahan Undang-undang (UU) Sistem Nasional Iptek yang mengamanatkan usia pensiun peneliti diperpanjang menjadi 70 tahun. Perpanjangan usia pensiun peneliti ini sesuai dengan usia profesor di kampus. 

"Saya menyambut baik karena angka harapan hidup manusia kan semakin tinggi, bahkan yang usianya diatas 70 tahun masih sangat produktif. Apalagi usia profesor di kampus juga memang sampai 70 tahun," ujar Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB) Kadarsah Suryadi saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (21/7).

Baca Juga

Dengan demikian, ia mengatakan, perpanjangan usia pensiun peneliti bisa bermanfaat untuk meningkatkan produktivitas penelitian. "Jadi ini akan menambah kapasitas produksi riset nasional," ujarnya.

Keuntungan lain dari perpanjangan usia pensiun peneliti, dia mengatakan, yakni terjaganya jaringan. Ia menerangkan banyak peneliti senior yang telah memiliki jaringan luas, baik tingkat industri, masyarakat, nasional, hingga internasional. 

Selain itu, ia menyebut para peneliti senior ini masih bisa membimbing para doktor muda, hingga calon-calon doktor. "Jadi, produktivitas doktor dan peneliti muda akan meningkat seiring dengan adanya ketersediaan para peneliti senior," kata pria yang juga Ketua Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) tersebut.

Di sisi lain, ia berharap, industri turut berperan dalam pembiayaan riset di kampus. Ia menerangkan pemerintah sudah memberikan kontribusi untuk membiayai riset, baik di perguruan tinggi maupun lembaga penelitian dan pengembangan. 

Hal ini, ia menambahkan, berkaca dari pengalamannya melakukan benchmark ke negara-negara yang maju seperti Taiwan, Korea Selatan (Korsel), Jepang. Di negara-negara tersebut, ia mengatakan, ada pembagian biaya untuk melakukan inovasi penelitian dan pengembangannya.

Pembagian tersebut, ia menyebutkan, yakni tiga persen oleh lembaga riset ditanggung perguruan tinggi atau lembaga riset semacam Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), 30 persen dibayar oleh pemerintah, dan sisanya dibayar oleh industri. Ia mendorong industri melakukan hal yang sama dengan negara-negara tersebut.

Apalagi, ia menyebut pemerintah telah membuat aturan memberikan insentif tax deduction atau pengurangan pajak untuk swasta yang membantu riset di perguruan tinggi (PT). "Tinggal pihak industri atau swasta apakah menjalankan tax deduction itu," katanya.

Jika industri berminat membiayai riset di PT, ia menyebut, pihak kampus melakukan nota kesepahaman (MoU) dengan industri dan membicarakan topik-topiknya. Ia memberi masukan topik-topik ini sebaiknya yang bisa menyelesaikan masalah industri dan nasional. 

"Jadi riset itu akan bermanfaat karena penelitiannya mengenai masalah yang ada di industri dan yang dialami masyarakat. Sehingga ujung-ujungnya bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat," katanya.

Sebelumnya, Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengatakan dengan disahkannya Rancangan Undang-undang (RUU) Sistem Nasional Iptek maka usia pensiun peneliti menjadi 70 tahun. "Sebelumnya pensiun pada usia 58 tahun hingga 60 tahun, sekarang dengan adanya UU ini maka usia pensiun peneliti menjadi 65 tahun untuk peneliti madya dan 70 tahun untuk peneliti utama," ujar Menristekdikti di Jakarta, Selasa (16/7). 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement