REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Belum lama ini Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengusulkan kebijakan merekrut rektor asing untuk perguruan tinggi negeri (PTN). Kemenristekdikti menargetkan sedikitnya lima PTN akan dipimpin rektor terbaik dari luar negeri pada 2024.
Hal itu bertujuan untuk meningkatkan kualitas PTN dalam menciptakan lulusan dalam era persaingan global. Menanggapi hal itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) tidak keberatan asalkan perekrutan dilakukan bertahap.
Menurut JK, perekrutan rektor asing untuk PTN harus dilakukan bertahap dari tingkat paling bawah. Hal itu, kata JK, akan lebih baik jika perekrutan pihak asing dimulai dari tingkatan dosen atau dekan sebelum menjadi rektor.
"Setuju rektor asing, tapi melalui tahapan sehingga mereka (universitas) tak shock, rektornya juga tidak kaget, dimulai dari penasihat teknis, dekan, baru kalau dimajukan jadi rektor," ujar JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (6/8).
JK khawatir apabila rekrutmen langsung dilakukan untuk posisi rektor, akan terjadi kesulitan penyesuaian. Pasalnya, urusan rektor jauh lebih kompleks karena tak sebatas mengenai pendidikan dan pengajaran di kampus.
"Kalau rektor kan urusannya banyak, urusan anggaran, urusan sosial, urusan raker sini- sana, sehingga kalau asing bisa bingung dia. (Usul) Saya bilang dekan dulu. Dekan kan sangat teknis atau malah konsultan teknis dulu, konsultan teknik masuk, sudah tahu, dia bisa jadi dekan, dari dekan bisa jadi rektor," kata JK.
Ia mengaku tidak anti dengan kebijakan tersebut. Menurut JK, dunia pendidikan memang harus berubah mengikuti perkembangan zaman dan teknologi. "Karena itu, universitas kita juga harus cepat majunya, karena dipandang perlu, ada daya dorong yang lebih kuat, salah satunya ialah itu mendatangkan dosen, ahli-ahli," ujar JK.
Meski demikian, Jk tidak memungkiri rektor dan akademisi dalam negeri tidak kalah berkualitasnya dengan rektor asing. Akan tetapi, keberadaan akademisi luar negeri bisa menjadi terobosan agar standar PTN Indonessia menjadi lebih baik. "Kita juga banyak ahlinya, cuma kita harus punya standar yang lebih tinggi lagi," kata JK.
Terkait anggaran, JK memastikan tak ada persoalan terhadap rencana kebijakan rekrutmen rektor asing. Menurut JK, menghadirkan rektor atau dekan asing ke PTN jauh lebih menghemat biaya dibandingkan mengirim mahasiswa ke luar negeri.
"Kita kirim tiap tahun minimal 10 ribu mahasiswa kuliah di tempat asing, yang kita datangkan kan sama saja. Kalau ditakutkan asing, ya kenapa kita kirim orang ke luar negeri, jauh lebih murah datangkan profesornya ke dalam negeri, lebih murah malah ongkosnya satu profesor atau satu rektor bisa mengajar 100 orang," ujar JK.
Pengamat pendidikan dari Universitas Paramadina, Andreas Tambah, mengatakan, pemerintah harus memastikan rektor asing yang akan direkrut memiliki kompetensi yang sudah terbukti dan bisa diandalkan. Apabila rektor dari luar negeri tersebut tidak memiliki rekam jejak dan kemampuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan tinggi Indonesia, dikhawatirkan mereka hanya coba-coba di Indonesia.
"Kita merekrut ini jangan asal dari asing, tetapi kompetensinya belum terbukti atau kapasitasnya sebagai rektor yang mampu mengangkat perguruan tinggi negara lain bisa masuk peringkat 100 besar. Nah, ini harus betul-betul yang punya kredibilitas tinggi," kata Andreas, Selasa. n fauziah mursid/antara ed: nora azizah