Jumat 23 Aug 2019 12:14 WIB

Mahasiswa Diminta tak Lupakan Sejarah Bangsa

Keapatisan nilai budaya ini akibat dari perilaku masyarakat bergantung pada internet.

Universitas Andalas
Universitas Andalas

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Penyebaran paham radikalisme dan terorisme di lingkungan perguruan tinggi selama ini dinilai sudah sangat memprihatinkan. Penyebarannya yang secara diam-diam di lingkungan perguruan tinggi tentunya sebuah ‘kecolongan’ terbesar dalam dunia pendidikan.

Oleh karena itu berbagai upaya pencegahan terus dilakukan untuk membersihkan kampus dari radikalisme dan terorisme. Salah satunya dengan membekali mahasiswa baru dengan wawasan kebangsaan dan pemahaman tentang ancaman dan bahaya radikalisme.

Hal tersebut ditunjukkan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol Suhardi Alius dengan memberikan kuliah umum mengenai Resonansi Kebangsaan dan Bahaya serta Pencegahan Paham Radikalisme dan Terorisme kepada 800 mahasiswa baru Universitas Andalas (Unand) Padang dan 9.000 mahasiswa baru Universitas Negeri Padang (UNP), Kamis (22/8).

Saat memberikan pembekalan di Gedung Convention Hall, Unand, Kepala BNPT mengungkapkan keresahannya atas pergeseran nilai-nilai kearifan lokal yang sedang dialami bangsa Indonesia khususnya di tengah masyarakat Sumatera Barat. Sejarah dan akar budaya kita kini semakin terlupakan. Kini masyarakat cenderung apatis dengan perubahan-perubahan yang ada di sekitar lingkungannya. .

“Siapa yang tidak kenal ulama-ulama besar dari Sumatera Barat seperti Buya Hamka, Banyak sekali diplomat-diplomat ulung dan sastrawan besar yang berasal dari ranah Minang. Saya sangat rindu itu. Jangan tinggalkan sejarah budaya bangsa kita. Jangan lupakan asal muasal dan kearifan lokal. Nilai-nilainya harus kita kembalikan sehingga negara kita bisa maju tetapi dengan tidak melupakan sejarah,” ujar Suhardi.

Lebih lanjut Kepala BNPT mengatakan, bentuk keapatisan terhadap nilai-nilai budaya ini akibat dari perilaku masyarakat yang sudah cenderung bergantung kepada teknologi internet. Dimana konten yang beredar sulit untuk disaring, apalagi yang mengandung  perpecahan sehingga dapat melunturkan rasa persatuan dan kebersamaan sebagai satu bangsa.

“Tentunya ini yang harus diwaspadai, karena ini sudah menjadi celah besar masuknya paham intoleransi, radikalisme, dan terorisme. Hanya gara-gara hoaks di media sosial, kita berseteru dengan saudara kita. Begitu hebatnya gadget bermain, bukti dunia hanya ada dalam genggaman kita. Ini merupakan masalah yang sangat berbahaya kalau dibiarkan berlama–lama,” ujar mantan Sekretaris utama (Sestama) Lemhanas RI ini.

Oleh karena itu mantan Kapolda Jawa Barat ini berharap, mahasiswa bisa menjadi agen perubahan dan bisa meniru semangat yang pernah dimiliki para tokoh–tokoh dan pahlawan asal ranah minang yang pernah berjuang dalam masa pra-kemerdekaan dan pasca kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

“Semangat yang dimiliki itu tidak hanya dari satu unsur tetapi dari beberapa unsur, seperti agama, pendidikan, dan budaya. Saya yakin kalau generasi muda sudah memiliki semangat kebangsaan seperti itu, paham negatif seperti apapun akan sulit untuk memecah belah bangsa ini, karena generasi mudanya sudah paham akan arti berbangsa dan bernegara,” ujar mantan Kepala Divisi Humas Polri ini.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement