Jumat 10 Jan 2020 15:19 WIB

Unpad Luncurkan Bandung Bee Sanctuary

Bandung Bee Sanctuary adalah pusat pembudidayaan dan edukasi lebah berbasis teknologi

Peresmian Bandung Bee Sanctuary di Jalan Ir. H. Juanda, Kota Bandung, Jumat (10/1). Eco co-working seluas 7 ha digunakan untuk mengembangkan lebah dan madu.
Foto: Republika/Hartifiany Praisra
Peresmian Bandung Bee Sanctuary di Jalan Ir. H. Juanda, Kota Bandung, Jumat (10/1). Eco co-working seluas 7 ha digunakan untuk mengembangkan lebah dan madu.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Universitas Padjadjaran bersama The Local Enablers memperkenalkan Bandung Bee Sanctuary di Jalan Ir. H. Juanda, Kota Bandung, Jumat (10/1). BBS merupakan pusat pembudidayaan dan edukasi lebah berbasis teknologi di Bandung.

Kepala tim riset Bandung Bee Sanctuary, Dwi Purnomo mengatalan BBS mengusung konsep inovasi sosial. Lebah yang memiliki potensi bisa dimanfaatkan sebagai model bisnis baru.

Baca Juga

"Kita akan melakukan bisnis model pemberdayaan, penguatan ekonomi sosial, dan eknologi yang menyamakan pertanian dengan industri 4.0," kata Dwi.

Lahan seluas 7 hektare pun akan disulap menjadi peternakan lebah. Untuk meningkatkan sumber daya manusia yang ada, dilakukan pendampingan dengan melibatkan anak muda sebagai pelaku budidaya lebah.

"Kita melibatkan 100 orang anak muda yang memiliki ketertarikan dengan industri lebah dan mengkolaborasikan dengan berbagai bisnis model yang ada," katanya.

Selain menggaet anak muda dari Unpad, Dwi menyebut BBS turut menggaet masyarakat kurang mampu. Seperti peternak lebah yang dahulunya bekerja sebagai karyawan Unpad dan satpam.

Dwi yakin produk turunan lebah ini akan terus memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Sehingga akan ada percepatan pertumbuhan ekonomi tanpa meninggalkan kelestarian lingkungan.

Salah satu inovasi yang dilakukan adalah dengan menggaet konsultan teknologi untuk menerapkan Intenet of Things (IoT) di kandang lebah. Dimana peternak lebah bisa mengetahui kondisi kandang lebah hanya dari aplikasi.

Pengembang teknologi sensor pun diserahkan pada Rais. Rais menyebut prototype sensor sudah dibuat 15 kali perubahan dan akan terus dievaluasi.

"Dari alat ini kita bisa tahu dari berat, apakah koloni lebah masih sama, madunya sudah diproduksi atau belum sampai kapan waktu panen," kata Rois.

Tidak hanya itu, alat yang dikembangkan olehnya pun bisa mengetahui kelembapan, suhu dan curah hujan di sekitar kandang. Nantinya, data akan terlihat dari aplikasi yang dipantau langsung oleh tim peneliti.

"Dari sini bisa terlihat apakah lingkungan sehat atau tidak. Karena kalau lebah kabur ada masalah di lingkungannya," kata Rois.

Dia mengakui alat sensor tersebut belum benar-benar sempurna. Sehingga membutuhkan masukan hingga nantinya bisa digunakan dengan layak oleh peternak.

"Inginnya kita nantinya alat ada di satu kotak dan bisa dipindahkan dengan mudah oleh peternak," katanya.

BBS tidak hanya meningkatkan kualitas lingkungan dengan dukungan teknologi saja. Kurikulum khusus pun dirumuskan guna meningkatkan SDM. Kepala bagian bidang pendidikan The Local Enablers, Salamun Taufiq menyebut kurikulum dibuat untuk empat bulan menggunakan penerapan desain pemikiran.

Taufiq menyebut kurikulum bernama Eco-Oriented Social Enterprise. Berisi berbagai modul dari mulai mempelajari cara berpikir hingga akhirnya mampu menerapkan startegi pitching untuk menggaet investor.

"Kami inginkan anak muda yang dari nol sampai jadi. Kita mendidik anak-anak muda untuk jadi enterpreneur," kata Taufiq.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement