REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Irjen Kemendikbud Haryono Umar mengusulkan agar dana tunjangan sertifikasi guru disalurkan lewat pemerintahan provinsi (Pemprov).
Penyaluran dana tunjangan sertifikasi guru melalui Pemda sering menimbulkan masalah, bahkan utang pemerintah untuk tunjangan sertifikasi guru mencapai Rp 8 triliun lebih.
Dulu, kata Haryono, saat dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) disalurkan melalui Pemda juga banyak masalah, ada yang diendapkan lebih dulu untuk dibungakan.
"Namun setelah dana BOS disalurkan oleh pemprov masalah semacam itu tidak terjadi lagi, makanya bisa juga tunjangan sertifikasi guru ini disalurkan melalui pemprov agar diteruskan ke rekening para guru," katanya di Jakarta, Rabu, (8/1).
Tunjangan sertifikasi guru, Haryono menerangkan, memang masuk dalam transfer daerah seperti juga dana BOS. Dana ini langsung masuk ke dana APBD yang ditransfer oleh Kementerian Keuangan ke daerah-daerah.
Banyaknya masalah dalam penyaluran tunjangan sertifikasi guru, kata Haryono, disebabkan tidak ada pengawasan terhadap transfer daerah, termasuk penyaluran tunjangan sertifikasi guru.
"Kami bersama KPK, Kemenkeu, dan BPKP masih mencari pola yang paling tepat untuk menyalurkan tunjangan sertifikasi guru agar tepat sasaran," katanya.
Opsi yang paling mungkin, ujar Haryono, menyalurkannya melalui pemprov. Sebab sepertinya sulit kalau Kemenkeu yang harus menyalurkan tunjangan sertifikasi guru langsung ke rekening guru-guru sebab jumlah guru itu bisa mencapai jutaan, jadi paling tepat melalui pemprov.
Memang kalau mau menyalurkan tunjangan sertifikasi guru melalui pemprov mekanismenya harus diubah. "Namun ini tidak masalah, asalkan guru-guru bisa segera mendapatkan haknya, mereka sudah menunggu terlalu lama ada yang dari 2010, 2011, 2012, hingga 2014," kata Haryono.
Inspektorat daerah, ujar Haryono, juga harus melakukan pengawasan terhadap penyaluran tunjangan sertifikasi guru, termasuk ke bank-bank yang menyalurkannya. Ini harus dilakukan agar tidak terjadi penyelewengan terhadap penggunaan dana sertifikasi guru.
"Kami tidak bisa ikut melakukan inspeksi atau pengawasan terhadap bank-bank di daerah yang menyalurkan tunjangan sertifikasi guru. Kalau masuk ke sana nanti malah melanggar karena bukan kewenangan kami," kata Haryono.
Kalau di daerah terdapat info pengendapan dana sertifikasi guru untuk dibungakan, ujar Haryono, inspektorat daerah harus menindaklanjuti untuk mengecek kebenarannya. Selain itu juga harus dilakukan audit terhadap kas daerah juga dana sertifikasi guru.
"Kalau memang terdapat pelanggaran. Maka harus ada sanksi sesuai dengan tingkat kesalahan yang dilakukan," kata Haryono.
Di tempat terpisah, Anggota Ombudsman Subtansi Pendidikan Budi Santosa mengatakan, memang sejak zaman dulu modus penyelewengan dana tunjangan sertifikasi guru sama seperti penyelewengan dana BOS. Dananya ditahan dulu di bank agar berbunga sampai bermiliar-miliar.
Sebelum 2012, kata Budi, dana BOS sering diperlambat penyalurannya oleh pemkab atau pemkot untuk dibungakan di beberapa daerah.
Untuk menghindari hal itu, Ombudsman sudah berkali-kali meminta pemerintah agar tunjangan sertifikasi guru langsung disalurkan dari pusat ke rekening para guru.
Salah satu upaya agar pemda mau menyalurkan dana tunjangan sertifikasi guru, Budi menerangkan, Kemdikbud bersama Kemenkeu bisa membuat surat edaran berisi peringatan kepada pemda-pemda agar segera menyalurkan tunjangan sertifikasi guru. Kalau ada pemda yang tidak mau menyalurkan tunjangan sertifikasi guru, mereka akan ditahan dana alokasi daerahnya.
"Kalau mau memberikan sanksi pidana kepada kepala daerah yang pemdanya tidak mau menyalurkan tunjangan sertifikasi guru itu susah. Sebab ini lebih ke masalah administrasi, selain itu jika kepala daerah dipidanakan, tidak ada jaminan juga tunjangan sertifikasi guru segera disalurkan," kata Budi.
Sanksi kepada kepala daerah yang pemdanya tidak mau menyalurkan tunjangan sertifikasi guru, terang Budi, juga bisa dilakukan dengan memberikan sanksi politis.
Misalnya guru-guru yang merasa dirugikan karena tidak mendapatkan haknya bisa mengadvokasi masyarakat untuk tidak memilih kepala daerah yang tidak amanah karena tidak menyalurkan dana tunjangan sertifikasi guru.
"Saya rasa sanksi politis semacam ini malah akan membuat kepala daerah merasa takut. Sehingga mereka akan mendorong pemda untuk mau menyalurkan dana sertifikasi guru," kata Budi.