REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Pendidikan dari Universitas Paramadina, Mohammad Abduhzen mengatakan, anak memiliki potensi melakukan kekerasan karena saat ini anak-anak di Indonesia dikepung berbagai informasi dan referensi kekerasan.
Infotainment, berbagai games, maupun sinetron yang mengandung adegan kekerasan saat ini banyak. Belum lagi, konflik vertikal dan horizontal, ujar Abduhzen, di berbagai media juga menonjolkan aspek-aspek kekerasan. Anak-anak tidak seharusnya melihat semua ini.
Menurut Abduhzen, kurangnya perhatian orangtua dalam membatasi tontonan anak menjadi penyebab anak-anak menonton siaran maupun tayangan yang mengandung kekerasan. Informasi kekerasan bisa merasuk dalam pikiran anak-anak.
"Ini bisa menjadi rujukan anak-anak dalam memecahkan masalah yang mereka hadapi. Sementara sekolah, guru, dan orangtua semakin berkurang perannya akibat tergerus oleh peran kemajuan teknologi," kata Abduhzen.
Jika kondisi semacam ini tidak segera ditanggulangi, ujar Abduhzen, maka dikhawatirkan kekerasan pada anak semakin banyak. Makanya anak-anak harus dibatasi informasinya hanya yang boleh dilihat anak dan ramah anak. Kalau ini tidak dilakukan dikhawatirkan anak-anak bisa menjadi pelaku kekerasan yang susah untuk dikendalikan.