REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Senyum mengembang dari wajah Rayi (8 tahun), pagi itu, Jumat (20/3). Bersama empat orang temannya, murid kelas tiga SD Budi Mulia Dua (BMD) Seturan Yogyakarta itu terlihat sibuk menggoreng cumi-cumi dalam wajan yang diletakkan di atas kompor.
"Hore, sudah matang," teriak gadis kecil itu dengan antusias. Sejenak kemudian, ia dan teman-temannya telah membereskan peralatan dapur mereka dan masuk ke ruang kelas untuk menyantap cumi-cumi yang telah rapi dihidangkan di atas meja.
Dari luar, kegiatan memasak tampak seperti pelajaran yang biasa ditemui di sekolah mana saja. Akan tetapi di BMD, kegiatan tersebut masuk ke dalam mata pelajaran Kemahiran Hidup (Life Skill), dimana tujuan akhirnya adalah membuat siswa menjadi pribadi yang mandiri.
"Dengan pelajaran semacam itu seorang anak bakal memiliki kemampuan dasar yang kelak mereka butuhkan saat dewasa," ujar Kepala Sekolah Dasar BMD Seturan, Iis Wiyanto, saat ditemui Republika pagi itu.
Pelajaran Kemahiran Hidup diberikan SD BMD untuk para siswanya secara bertahap dari kelas satu sampai kelas enam. Pelajaran tersebut diambil dari silabus khusus yang dibuat oleh para guru SD BMD menyesuaikan dengan perkembangan dan usia para murid.
Pada kelas satu, salah satu pelajaran Kemahiran Hidup yang diberikan adalah toilet training. Di sini, para siswa diajarkan untuk bisa membuang hajat dengan benar. Saat kelas dua, para siswa diajarkan keterampilan yang meliputi kerajinan tangan seperti membuat pigura dan hiasan-hiasan rumah lainnya. Selain itu juga ada kegiatan yang berhubungan dengan kemandirian seperti mencuci baju sendiri.
Kelas tiga, seperti yang dilakukan Rayi dan kawan-kawannya, salah satu yang diajarkan adalah memasak. Sedangkan untuk kelas empat sampai kelas enam para siswa diberikan materi skill yang tingkatannya lebih tinggi seperti menyapu ruang tamu, merapikan tempat tidur, dan lain-lain.
Dengan konsep happy learning (belajar dengan gembira), SD BMD seakan dengan mudah mengejawantahkan pelajaran Kemahiran Hidup kepada para siswanya. Dengan metode belajar menyenangkan, siswa tidak hanya mengenal teori mengenai kemandirian karena mereka bisa langsung mengaplikasikan kemandirian dalam kegiatan sehari-hari di sekolah.
Psikolog anak Anna Surti Ariani, mengungkapkan sudah seharusnya sekolah menerapkan metode pembelajaran yang menyenangkan. "Sebaliknya, pembelajaran yang menyiksa dan memaksa akan membuat anak mengalami masalah emosional yang cenderung menghambat perkembangan otaknya," ujarnya.
Pengamatan Republika pagi itu, kegembiraan memang tidak hanya terpancar dari wajah Rayi pagi itu. Slogan BMD yakni 'bersekolah dengan senang dan senang di sekolah' tampaknya benar-benar dirasakan seluruh siswa SD BMD, tak terkecuali para gurunya. Selain memasak, beberapa siswa terlihat sedang melakukan kegiatan lain di luar kelas seperti berlatih tapak suci, bertanding basket, sampai bermain kejar-kejaran.
Sebanyak 50 persen pelajaran di SD BMD memang dilakukan di luar kelas. Selain itu, siswa juga tidak mengenakan seragam merah-putih seperti lazimnya SD-SD lain. Yang ada hanyalah seragam batik dan baju muslim untuk hari-hari tertentu. Hari-hari lainnya siswa memakai pakaian bebas dengan tetap mengindahkan adab kesopanan.
Meskipun tidak biasa, namun konsep SD BMD ternyata berhasil diterapkan untuk anak-anak sekolah dasar. Terbukti, tidak sedikit prestasi yang ditorehkan para siswa. Bahkan, mayoritas lulusan SD tersebut bisa diterima masuk sejumlah SMP favorit.
Salah satu alumnus SD BMD bahkan telah mengangkat nama bangsa di level internasional. Ia adalah Dinan Yahdian Javier. Bersama timnas U-19 besutan Indra Sjafri, Dinan membawa Indonesia menjuarai Piala AFF U-19 yang digelar di Sidoarjo, Jawa Timur.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Anies Baswedan, mengatakan bahwa penerapan pengajaran pendidikan sekolah di Indonesia memang harus menyenangkan. "Jika belajar itu menyenangkan maka ilmu itu akan mudah diserap," ujarnya.