REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN - Istilah dokter cilik sudah tidak asing di telinga, namun istilah apoteker cilik jarang sekali didengar. Gagasan apatoker cilik ini dicetuskan oleh Prof. Zullies Ikawati dan didukung Dr. Triana Hetriani serta Prof. Agung Endro Nugroho. Ketiganya merupakan dosen di Fakultas Farmasi UGM.
Pentingnya memberikan pengetahuan mengenai obat-obatan terhadap anak-anak, membuat Zullies berinisiatif mencetuskan program ini. Ia memulainya dengan mengajak anak-anak di SD Luqmanul Hakim dan SDN Kentungan untuk mengenal jajanan sehat dan obat tradisional melalui kegiatan ekstrakurikuler apoteker cilik.
“Masyarakat banyak yang belum mengenal apoteker. Melalui apoteker cilik ini kita berusaha untuk mengenalkan apoteker ke masyarakat. Jadi, apoteker itu bagian dari kesehatandan kita ini satu tim,” kata Zullies, Senin (4/1).
Didukung hibah penelitian dari Dikti, Zullies telah memulai pengajaran terhadap apoteker cilik ini sejak Agustus 2015. Melalui ide apoteker cilik ini, Zullies ingin mensinergikan antara dokter cilik dengan apoteker cilik. Menurutnya selama ini informasi mengenai jajanan, narkoba, dan jamu masih simpang siur.
Terkadang masyarakat masih salah menafsirkan seperti apa jajanan tidak sehat itu, bagaimana bahaya narkoba dan bentuk jamu yang menyehatkan. Melalui apoteker cilik ini diharapkan anak-anak dapat menjadi agen yang bisa meluruskan kesimpangsiuran itu. “Masalah jajanan, narkoba, jamu, banyak informasi yang simpang siur. Harapannya, anak-anak dapat informasi yang jelas. Anak-anak jadi agen informasi,” paparnya.
Dengan menggandeng PIOGAMA (Pelayanan Informasi Obat Gadjah Mada), Zullies dan tim mengadakan sosialisasi ini setiap hari seusai anak-anak pulang sekolah. Guna memudahkan pengajaran pengenalan mengenai obat-obatan ini, Zullies dan tim menggunakan tiga maskot, antara lain Jeksi, Tabby, dan Kapsi.
Jeksi berasal dari kata Injeksi memiliki bentuk mirip alat suntik berwarna hijau. Tabby berasal dari kata Tablet bertindak sebagai tokoh perempuan berwarna merah muda. Kapsi berasal dari kata Kapsul dengan warna merah menyerupai obat yang berbentuk kapsul. Melalui boneka maskot ini, Zullies dan tim mudah mengenalkan dunia apoteker pada anak-anak.
“Sasaran kami kelas V SD, karena kelas VI sedang sibuk menyiapkan ujian sekolah, lalu kelas IV ke bawah masih terlalu kecil. Namun tidak menutup kemungkinan jika mereka berminat untuk bergabung dengan kita,” papar Zullies.
Selain dibantu oleh maskot-maskot yang dibuat oleh tim, Zullies juga membuat komik apoteker cilik. Harapannya, buku komik ini bisa disosialisasikan lebih jauh untuk anak-anak Indonesia. Dengan begitu, anak-anak bisa menjadi agen kesehatan.