REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM), Muhammad Nur Rizal mengungkapkan konsep pendidikan karakter ala Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) adalah pendidikan berbasis kinerja, bukan sekedar teori.
Rizal menegaskan bahwa konsep pendidikan karakter bukan sekedar text book atau aturan pemerintah yang harus diikuti, melainkan juga praktik nyata di sekolah. Sehingga konsep yang dihasilkan adalah hasil pengamatan faktual (evidence based) yang telah diterapkan oleh guru sekaligus hasil adopsi riset panjang.
"Misalnya dengan mengenalkan praktik penciptaan ruang kelas yang memanusiakan anak ketika belajar sebagai fondasi lingkungan pendidikan karakter. Kualitas pengajarannya lebih menitikberatkan pada kemerdekaan anak mencari ilmu pengetahuan secara mandiri daripada mengejar konten (materi pelajaran)," ujar Rizal saat bersama guru-guru, akademisi, dan praktisi berkunjung ke Kantor Perwakilan Republika DIY-Jateng, di Yogyakarta, Senin (12/6) lalu.
Rizal ingin mengajak masyarakat dan para stakeholder pendidikan untuk mendukung berbagai inisiatif baik yang lahir di masyarakat yang bertujuan untuk membangun pendididkan karakter bangsa secara modern dan kontekstual seperti yang telah diajarkan Ki Hajar Dewantara.
Menurut Dosen Psikologi UGM, Novi Candra, yang turut dalam rombongan, pendekatan pendidikan karakter ala GSM melalui joint practise development antarguru jejaring perlu diteliti lebih jauh. "Kami dengan Monash University mencoba untuk mengukur, mengevaluasi dan mendokumentasikannya untuk tujuan pengembangan lebih luas. Hal ini sejalan dengan tujuan hilirisasi riset di UGM," katanya.
Kepala Sekolah SD Negeri Karangmloko 2, Kabupaten Sleman, Hatri, mengungkapkan terdapat perubahan perilaku anak-anak di kelas usai mengikuti GSM. "Ketika saya membersihkan toilet dan WC, anak-anak di kelas lain acuh tak acuh dan melewati saya yang sedang bekerja. Sedangkan anak-anak dari kelas yang telah mempraktikkan pendekatan GSM dengan sigap menghampiri dan menawarkan bantuan untuk membantu," katanya.
Menurut Hatri, anak-anak dari kelas yang telah mempraktikkan pendekatan GSM menjadi lebih peduli kepada guru dan lingkungan sekolahnya. Bahkan, kata dia, selama membersihkan mereka tetap belajar dan dengan antusias membicarakan berbagai tanaman dan binatang di sekitarnya.
"Saya menjadi terharu dan teringat kembali pendidikan di sekolah itu seharusnya seperti ini, menitikberatkan pada pengembangan karakter dan moral daripada sibuk mengejar materi kurikulum," ujarnya.
Hatri mengungkapkan bersyukur karena walaupun baru satu tahun terlibat di jejaring GSM, namun dampak positif telah terasakan di lingkungan di sekolah. "Selain membangun kepribadian siswa, gerakan ini membantu kami melaksanakan kurikulum 2013 yang bertujuan pada pendidikan tematik-saintifik. Mindset guru berubah, dan ketrampilan mengajarnya meningkat karena terbantu oleh berbagai praktek pengajaran di GSM," katanya.
Sekarang, kata dia, kelas-kelas di sekolahnya dipenuhi oleh pajangan warna warni karya siswa serta buku-buku atau sumber belajar untuk membantu anak-anak belajar mandiri. "Setiap pagi, tak lupa kami mendorong anak-anak untuk berbagi cerita di depan kelas untuk menumbuhkan kepercayaan diri ketika berkomunikasi dengan orang banyak," katanya.