REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat pendidikan M Abduhzen menilai persoalan akses dan infrastruktur pendidikan butuh perhatian menyeluruh. Abduhzen mengatakan, gedung dan berbagai fasilitias pendidikan sebaguan besar dibangun pada era 1970an, sehingga wajar jika saat ini banyak sekolah yang rusak secara bersamaan.
"Memang persoalan akses dan infrasutuktur pendidikan kita masih jauh akan selesai," katanya kepada Republika.co.id, Rabu (1/11).
Abduhzen menegaskan perbaikan akses dan mutu harus berjalan simultan. Sebab, ia mengatakan keterbatasan dana membuat upaya-upaya peningkatan keduanya tak dapat optimal. Ia mengatakan sebagian besar dana pendidikan tersalur ke daerah berupa DAU dan DAK. Namun, hanya sebagian kecil daerah serius menangani pendidikan.
"Pendidikan di daerah lebih banyak dipolitisasi untuk kepentingan status quo penguasa," ujarnya.
Begitu pun sumber daya yang memahami konsep-konsep pemajuan pendidikan di daerah terbatas. Dengan demikian, menurut dia wajar apabila strategi dan pilihan-pilihan program tidak tepat.
Abduhzen mengingatkan kemampuan dan kapasitas Kemendikbud mendorong kemajuan pendidikan di daerah terbatas. Sehingga, ia menegaskan harus ada kemauan politik dari pemerintah atau para pengambil kebijakan, yakni presiden dan kementerian dalam negeri.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengatakan Kemendikbud menganggarkan Rp 3.516,28 miliar untuk peningkatan akses pendidikan, yakni berupa rehabilitasi, pembangunan unit sekolah baru dan ruang kelas baru, revitalisasi sekolah.
Terkait peningkatan akses dan mutu pendidikan, ia menjelaskan, Kemendikbud menargetkan rehabilitasi 20.643 ruang kelas, 73 unit sekolah baru, membangun 3.725 unit perpustakaan, membangun 6.379 ruang kelas baru.