REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Kemendikbud (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) akan membawa industri ke sekolah dan kampus. Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji mengatakan perusahaan industri, sekolah dan kampus harus memiliki kesepakatan kurikulum yang sesuai. Jangan sampai nantinya perusahaan industri mendikte dunia pendidikan.
“Program ini bagus untuk menjembatani antara para pelajar dengan industri agar tidak lagi ada yang pengangguran. Tapi harus dilakukan kesepakatan antara sekolah dengan industri dengan kurikulum yang sesuai. Sebab, mereka memiliki visi dan misi yang berbeda. Nah, bagaimana caranya agar nantinya industri tidak menyetir sekolah dan kampus?,” kata Koordinatordia, saat dihubungi Republika, Selasa (4/2).
Dia menjelaskan untuk mencapai hal tersebut harus dilakukan penyusunan kurikulum secara bersama. Jika tidak disusun secara matang pasti nantinya program ini tidak berjalan secara baik. Industri hanya memikirkan mereka untung atau rugi sedangkan sekolah itu ada pembangunan karakter. Mereka harus membahas kurikulum seperti apa agar keduanya berjalan secara baik.
Ia menambahkan sekolah dan kampus memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang mengajar tentang teori. Begitu juga industri harus memiliki pengajar untuk mempraktikan kepada para siswa.
Ubaid mencontohkan perusahaan Astra bekerja sama dengan sekolah dan kampus. Para siswa disini harus melihat bagaimana proses industri itu bekerja. Lingkungannya seperti apa sudah sesuai apa belum. Sehingga nantinya mereka bisa memperbaiki itu semua di masa depan. Jangan hanya mengikuti cara perusahaannya tetapi melihat sisi lain untuk membuat lingkungan lebih baik.
“Kebanyakan industri itu merusak lingkungan. Tidak dipikirkan AMDAL dan sebagainya. Gimana caranya agar siswa dan mahasiswa ini berpikir untuk 10 tahun mendatang mengenai lingkungan dan perusahaan industri. Sehingga seimbang, tidak merusak alam dan menyebabkan bencana sendiri ke manusianya,” kata dia.
Ubaid berharap di dalam diri para siswa itu melekat nalar yang kritis bukan hanya menyelesaikan pendidikan dan bekerja di bidang industri tetapi memiliki pemikiran dengan merawat alamnya sendiri sehingga seimbang antara ekosistem lingkungan dan industri.
“Mereka tidak hanya mengejar profit tetapi perhatian juga dengan lingkungan hidup. Bukan hanya gaji tapi perspektif. Kalau mereka hanya berpikir jangka pendek dan menerima apa yang sudah jadi. Mereka tidak akan pernah belajar dan percuma saja program industri dengan sekolah,” kata dia.