Kamis 13 Aug 2020 19:40 WIB

Pakar Pendidikan Sarankan Kunjungan Rumah Saat Pandemi

Home visit bisa jadi solusi jika ada materi yang sulit dipahami siswa dan orang tua.

Red: Yudha Manggala P Putra
Seorang guru bahasa Inggris mengajar saat belajar tatap muka di salah satu rumah warga di Kota Kupang, NTT, Senin (10/8/2020). Beberapa sekolah di Kota Kupang mulai menerapkan sistem belajar tatap muka di rumah-rumah siswa dengan membaginya menjadi beberapa titik dan setiap titik dibatasi hanya boleh 10 orang murid.
Foto: ANTARA/Kornelis Kaha
Seorang guru bahasa Inggris mengajar saat belajar tatap muka di salah satu rumah warga di Kota Kupang, NTT, Senin (10/8/2020). Beberapa sekolah di Kota Kupang mulai menerapkan sistem belajar tatap muka di rumah-rumah siswa dengan membaginya menjadi beberapa titik dan setiap titik dibatasi hanya boleh 10 orang murid.

REPUBLIKA.CO.ID, BANJARMASIN -- Pakar pendidikan dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Prof H Ahmad Suriansyah, PhD menyarankan metode kunjungan rumah oleh guru dapat dilaksanakan selama pandemi Covid-19. Itu menyusul banyaknya keluhan orang tua yang anaknya kesulitan dalam mengikuti proses belajar dari rumah.

"Program visiting guru atau home visit ini bisa jadi solusi jika misalnya ada materi yang sulit dipahami siswa dan orang tuanya. Dimana guru menjadi wadah bertanya dan sebagainya," kata dia di Banjarmasin, Kamis (13/8).

Prof Sur, begitu biasa pria ini disapa, program visiting guru dapat dijalankan dengan tetap mematuhi protokol kesehatan pencegahan Covid-19.

"Jadi caranya ada dua, pertama bisa guru ke rumah siswa secara door to door. Kedua, disiapkan satu lokasi, yang mana ada beberapa siswa berkumpul dengan jumlah terbatas, misalnya satu lingkungan RT dan sebagainya. Cara ini disebut juga kantong belajar," ujarnya.

Diakui Prof Sur, selama penerapan belajar jarak jauh atau dari rumah memang muncul beragam kesulitan, baik bagi si anak sendiri maupun orang tua yang terkesan dipaksa menjadi guru dadakan.

Alhasil, kompetensi mengajar dan mendidik yang tak dimiliki sebagian besar orang tua menimbulkan masalah lain hingga berdampak pada psikologis anak, terutama untuk usia-usia awal, seperti sekolah dasar (SD).

"Begitu anak sering diarahi orang tua yang tak menguasai materi pembelajaran atau orang tua tidak tepat dalam melakukan pendekatan mendidiknya, ini jadi masalah serius. Pada akhirnya, berdampak pula pada cara belajar, gaya belajar, kebiasaan belajar dan hasil belajar yang tak maksimal," tutur Direktur Pascasarjana ULM itu.

Apalagi, Prof Sur melihat pemerintah belum mampu mendesain pembelajaran yang berbasis teknologi pada metode belajar daring untuk menjadi pembelajaran terintegrasi, baik sikap, karakter maupun pengetahuan.

"Saat desain tugasnya terlalu berat, maka tidak sesuai dengan kemampuan anak dan tidak semua orang tua memiliki kemampuan yang standar melakukan bimbingan yang dikehendaki dalam proses pembelajaran. Akumulasi dari semua ini pasti membuat orang tua stres," ujarnya.

Untuk itulah, menurut Prof Sur, desain pembelajaran harus lebih menyenangkan bagi anak agar mendorong mereka lebih dalam untuk mengikuti pembelajaran. Di samping terintegrasi tadi yang wajib dipastikan tercapai proses dan hasil pembelajarannya.

"Saatnya pemerintah lebih membuka diri. Dinas pendidikan bisa meminta pihak sekolah mengumpulkan wali murid untuk membahas proses belajar jarak jauh ini. Jangan sampai anak menjadi korban, terutama yang saya lihat tingkat SD sederajat. Karena usia emas anak ini harus dipastikan dapat terasah baik dan jangan sampai sebaliknya tidak berkembang akibat cara belajar yang salah sebagai dampak pandemi," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement