REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sekutu sayap kanan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu meningkatkan tekanan pada pemimpin Israel tersebut untuk menolak gencatan senjata baru di Jalur Gaza, hal tersebut dinilai dapat membahayakan stabilitas pertahanannya jika Netanyahu mundur dari serangan melawan Hamas di Rafah.
Perwakilan kelompok Hamas dijadwalkan akan tiba di Kairo, ketika para mediator meningkatkan upaya untuk menjalin kesepakatan gencatan senjata menjelang ancaman penyerbuan Israel di kota Rafah. Rafah merupakan kota yang menampung satu juta warga sipil Palestina yang mengungsi akibat kampanye militer yang dilakukan Israel dan menjadi tempat berlindung bagi warga sipil di Gaza.
Tetapi, pihak Israel mengatakan akan menyerang empat batalyon kelompok Islam Palestina Hamas yang tersisa di sana setelah mengevakuasi warga sipil yang tersisa di sana. Namun, jika gencatan senjata disepakati, rencana serangan tersebut akan ditunda demi menciptakan kedamaian yang berkelanjutan.
Beberapa waktu lalu, Bezalel Smotrich, Menteri Keuangan Israel, mendesak Netanyahu untuk tidak mundur melancarkan serangan darat yang kepada Hamas di Rafah, bahkan ketika Perdana Menteri Israel sedang mendapat tekanan dari forum internasional untuk membatalkan rencana serangan tersebut karena beresiko meningkatnya korban sipil dan bencana kemanusiaan.
Jika gencatan senjata dilakukan, akan menjadi kekalahan yang memalukan bagi Israel, menurut Bezalel dalam sebuah video yang ia rilis kepada pers dan ditujukan kepada Netanyahu.
“Jika gagal membasmi Hamas, pemerintahan yang Anda pimpin tidak akan punya hak untuk eksis,” kata Bezalel Smotrich, Menteri Keuangan Israel, kepada Netanyahu, dilansir dari GulfNews, Selasa (30/04/2024).
Pihak Netanyahu belum memberikan tanggapan apa – apa terhadap pernyataan menterinya tersebut. Bahkan, juru bicaranya tidak dapat dihubungi untuk dimintai keterangan. Tetapi, Benny Gantz, Mantan Menteri Pertahanan yang bergabung dengan kabinet perang Netanyahu menyampaikan teguran dengan mengatakan bahwa pembebasan sandera lebih diutamakan daripada serangan terhadap Rafah.
Meskipun begitu, Benny Gantz tetap tidak memiliki kekuatan untuk menjatuhkan pemerintahan Netanyahu karena ia bergabung dengan partai yang sama dengan Bezalel dan Ben-Gvir, sedangkan Netanyahu mengendalikan 64 dari 120 kursi parlemen.