Sabtu 08 Sep 2018 12:58 WIB

Mengapa Penguatan Rupiah Berlanjut?

Aksi jual dolar AS turut membantu penguatan rupiah.

Para mahasiswa dari Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Sukabumi dan warga melakukan aksi #SaveRupiah, di DPRD Kota Sukabumi, Jumat (7/9).
Foto: Republika/Riga Nurul Iman
Para mahasiswa dari Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Sukabumi dan warga melakukan aksi #SaveRupiah, di DPRD Kota Sukabumi, Jumat (7/9).

REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Lida Puspaningtyas

Nilai tukar rupiah dan indeks harga saham gabungan berada di zona hijau pada akhir perdagangan pekan ini, Jumat (7/9). Rupiah dan IHSG melanjutkan penguatannya setelah mengalami tekanan hebat sejak awal pekan.

Kemarin, rupiah menguat tipis menjadi Rp 14.884 per dolar AS berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia. Sehari sebelumnya, rupiah berada pada level Rp 14.891 per dolar AS. Adapun IHSG menguat 75,37 poin atau 1,3 persen ke level 5.851,46.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, nilai tukar rupiah kembali menguat berkat dukungan semua pihak. Pemerintah berhasil menciptakan sentimen positif lewat kebijakan penaikan pajak barang impor untuk menekan defisit transaksi berjalan yang diumumkan pada Rabu (5/8).

Baca Juga: Rupiah, Dolar, dan Kepercayaan

Rupiah juga menguat berkat banyaknya masyarakat Indonesia yang menjual dolar AS. "Alhamdulillah, rupiah menguat. Kita sampaikan apresiasi kepada pemerintah dan masyarakat," katanya di kompleks Bank Indonesia, Jakarta, Jumat (7/9).

Dia mengatakan, aksi jual dolar AS yang dilakukan para pengusaha dan masyarakat membuat permintaan terhadap rupiah meningkat. "Itu jadi bagian penting mengapa rupiah stabil," ujar Perry.

Berkat banyaknya masyarakat yang menjual dolar AS, suplai atau pasokan di pasar valuta asing menjadi bertambah. Sehingga, kata Perry, permintaan dapat terpenuhi. Ketersediaan likuiditas dolar AS di pasar membuat nilai mata uang rupiah terapresiasi dalam dua hari terakhir.

Menurut Perry, kurs rupiah yang terbentuk saat ini lebih banyak dipengaruhi mekanisme pasar secara riil. Artinya, ada sinyalemen bank sentral mulai mengurangi intervensinya. Namun, ia menekankan BI tetap mewaspadai gejolak nilai tukar dalam beberapa waktu ke depan.

Dia mengatakan, ruang penguatan bagi rupiah masih terbuka karena fundamental ekonomi Indonesia yang baik, seperti pertumbuhan ekonomi 5,27 persen pada kuartal II 2018, pertumbuhan kredit yang melebihi 10 persen (yoy), dan rencana pemerintah untuk mengurangi defisit transaksi berjalan.

"Saya yakini defisit transaksi berjalan juga akan turun. Hal itu akan mendukung langkah stabilitas," ujarnya.

Pengamat pasar uang dari Bank Woori Saudara Indonesia, Rully Nova, mengatakan, intervensi Bank Indonesia melalui surat utang dan pasar valuta asing di dalam negeri menopang pergerakan rupiah. "Sentimen eksternal yang negatif membuat Bank Indonesia melakukan intervensi untuk menjaga volatilitas rupiah," katanya.

Kepala Riset Valbury Sekuritas Alfiansyah mengatakan, IHSG melanjutkan penguatannya karena ditopang aksi beli investor domestik. "Investor asing masih mencatatkan aksi net sell," katanya. Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, investor asing membukukan jual bersih Rp 280,18 miliar, kemarin.

Ia menambahkan, penguatan IHSG juga ditopang dari sentimen kebijakan Kementerian Keuangan yang telah menerbitkan PPh impor 1.147 komoditas untuk meredam defisit neraca perdagangan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement