REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasmini tengah kebingungan. Sebuah pesan yang dia terima dari keluarganya di kampung menyebutkan bahwa ibu dan anaknya sedang sakit dan membutuhkan kiriman uang darinya sesegera mungkin.
Saat itu Kasmini sama sekali tidak punya uang. Upahnya sebagai asisten rumah tangga (ART) yang bulan lalu diterima sudah dia kirimkan semuanya ke kampung. Beberapa kawannya menyarankan Kasmini untuk pinjam ke bank karena uang yang dibutuhkannya mencapai lebih dari Rp10 juta.
Atas saran itu, pergilah Kasmini ke bank dengan niat meminjam uang. Bukannya mendapatkan uang yang dia harapkan, Kasmini semakin bingung karena tidak memiliki syarat-syarat yang dibutuhkan untuk meminjam uang dari lembaga keuangan formal itu, di antaranya surat pengantar dari kelurahan, slip gaji tetap bulanan, dan yang terutama adalah jaminan barang atau dokumen berharga.
Jalan di mata Kasmini tampak buntu. Satu-satunya cara mendapatkan uang adalah meminjam dari rentenir dengan bunga pinjaman yang akan melilit hidupnya.
Saat menimbang-nimbang untuk mengambil jalan berat itu, datang kabar baik dari salah seorang kawannya bahwa ada seorang ibu yang tinggal tidak jauh dari tempatnya bekerja bersedia membayar biaya pengobatan keluarganya secara cuma-cuma.
Kasmini bersyukur sekaligus bingung mengapa tiba-tiba ada seseorang yang tidak dikenalnya dan tidak mengenal dirinya mau memberikan bantuan demikian besar.
Kasmini hanya memperoleh penjelasan bahwa wanita tersebut hanya ingin hartanya diberkahi dengan mengeluarkan sebagian uangnya sebagai bentuk infaq dan sedekah untuk orang-orang yang tak mampu.