REPUBLIKA.CO.ID, Dunia media sosial Malang sempat ramai memperbincangkan salah satu warganya yang menderita tumor ganas. Bukan sekedar tumor biasa, penyakit ini bahkan memunculkan bentuk layaknya balon besar pada perut perempuan bernama Supinah.
Ibu kandung Supinah, Sariyem menceritakan, bagaimana derita sang anak selama bertahun-tahun menderita penyakit ganas tersebut. Dengan mata berkaca-kaca, Sariyem mengungkapkan, kondisi perempuan berusia 40 tahun tersebut di kediamannya, Dusun Balong RT 48 Desa Rejoyoso, Kecamatan Bantur, Kabupaten Malang.
"Hanya bisa terbaring lemas sehari-hari di rumah," ujar Sariyem saat ditemui wartawan di kediamannya, Bantur, Kabupaten Malang, Senin (22/10).
Ibu kandung Supinah menceritakan derita anaknya yang mengalami tumor ganas. (Foto: Wilda Fizriyani/Republika)
Menurut Sariyem, perut Supinah yang terkena tumor ganas tersebut memiliki berat sampai 45 kilogram. Berat ini jelas sangat jauh perbedaannya dengan ukuran tubuh Supinah yang kurus kering. Saking besarnya, Supinah tidak dapat berjalan, bahkan mengangkat tubuhnya sendiri pun selalu merasa kesulitan.
Sebelum menderita tumor, Sariyem mengatakan, sang anak didiagnosa memiliki penyakit hernia. Diagnosa ini pun membuat keluarga dan suami Supinah membawanya ke meja operasi. Setelah melakukan operasi, tumor ganas justru mulai membesar di perutnya sekitar dua tahun lalu.
"Pernah operasi hernia tiga tahun lalu. Kalau terkena tumor baru dua tahun ini," kata Sariyem dengan menitikkan air matanya di hadapan wartawan.
Kisah penderitaan Supinah yang mulai viral beberapa hari lalu ini ternyata terdengar hingga pada mereka yang berjiwa sosial. Menurut Sariyem, Supinah akhirnya mau dibawa ke rumah sakit oleh salah satu komunitas Kepanjen, Kabupaten Malang. Sang anak dijemput dengan membawa mobil biasa lalu dibawa ke RS Saiful Anwar, Kota Malang.
Tak ada rasa yang bisa dicurahkan selain bersyukur atas bantuan tersebut. "Saya bersyukur akhirnya (dia) mau dibawa ke rumah sakit. Katanya yang penting sehat," tutur Sariyem dengan bahasa Jawanya.
Rasa syukur ini diungkapkan karena Supinah sebelumnya begitu sulit untuk dibawa ke rumah sakit. Supinah tidak ingin merepotkan keluarga besarnya, terutama sang suami yang pendapatannya begitu pas-pasan. Sang suami, kata dia, hanya pekerja serabutan dan Supinah sendiri tidak mampu memberikan pemasukan lantaran penyakit ganas tersebut.
Di sisi lain, asuransi BPJS yang dimilikinya tidak mampu membantu sama sekali. Sebab, Supinah sudah menunggak iuran BPJS selama dua tahun terakhir. Keluarga terutama Supinah juga tak mempunyai Kartu Indonesia Sehat (KIS) atau program bantuan pemerintah lainnya.
Menurut Sariyem, bantuan pemerintah secara langsung pun tidak diterima sama sekali selama dua tahun terakhir. Tak ada jengukan dari pemerintah desa, kecamatan maupun kabupaten. Supinah hanya mengandalkan pengobatan herbal yang dianggap lebih terjangkau.
Sebelum menikah, Supinah sendiri pernah menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) di salah satu negara. Dari pekerjaan ini, Supinah mampu membangun rumah sederhana di kampung halamannya, Bantur. Kini keluarga Supinah dan sang suami, Abdul Rohmad hanya berharap kesembuhannya secepat mungkin.
Mengenai kondisi terakhir, Adik Supinah, Sumiyati melaporkan, sang kakak telah menjalani penyedotan cairan di tumor perutnya. "Ada empat liter cairannya katanya," tambah dia.