REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memasang 20 unit sensor gempa atau portable seismograf di seluruh wilayah Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) hingga ke bagian tenggara. Sensor tersebut dipasang di seluruh sesar-sesar yang aktif di Palu, sampai ke bagian tenggara, untuk mendapatkan informasi pergerakan sesar tersebut.
"Alat ini kita pasang sampai 40 hari ke depan," kata Deputi Bidang Geofisika BMKG Muhammad Saldy kepada sejumlah wartawan di Palu, Senin (22/10).
Ke depannya, pihaknya akan terus menambah sensor tersebut, agar dapat mendeteksi gempa-gempa kecil. Selain itu, BMKG telah melakukan survei untuk peta inundasi tsunami, atau seberapa jauh air laut masuk ke darat dan seberapa tinggi gelombang tsunami tersebut.
Data-data survei itu, kata dia, akan digabungkan bersama data badan Geologi Kementerian ESDM, Kementerian PUPR dan ATR/BPN, sehingga menghasilkan data yang sangat komprehensif, untuk dioptimalkan secara bersama-sama.
Saldy juga meyakinkan bahwa BMKG bekerja 24 jam selama 7 hari, dengan pusat pemantauan gempa secara nasional. "Kami memonitor gempa tiap hari, yang di atas atau pun di bawah 5 Skala Richter (SR) untuk seluruh Indonesia," jelasnya.
Hasil pemantauan kemudian didiseminasikan melalui BPBD atau multimode diseminasi baik melalui SMS, media sosial hingga aplikasi BMKG yang ada di "play store" untuk pengguna ponsel pintar. "Untuk ponsel pintar, ada info-info BMKG yang dapat dilihat setiap hari, seperti cuaca dan gempa," katanya.
Dia berharap dengan informasi itu, dapat langsung diakses masyarakat dan dapat mengambil tindakan secepatnya, seperti melakukan evakuasi secara mandiri. Hasil survei tsunami dari 18 lokasi yang dilakukan BMKG, diketahui lokasi tsunami tertinggi 10,67 meter berada di Kelurahan Tondo, Kecamatan Mantikulore.
Kemudian, lokasi jarak genangan tsunami terbesar 468,8 meter berada di seputaran Hotel Mercure, Kelurahan Lere, Kecamatan Palu Timur.