Rabu 24 Oct 2018 17:00 WIB

Data Produksi Beras Diperbaiki, BPS: Mari Lupakan Masa Lalu

Perhitungan produksi beras kini menggunakan metode kerangka sampel area (KSA).

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Nur Aini
Kepala BPS Suhariyanto menggelar konferensi pers di kantor BPS, Jakarta, Rabu (15/11).
Foto: Yasin Habibi/ Republika
Kepala BPS Suhariyanto menggelar konferensi pers di kantor BPS, Jakarta, Rabu (15/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto meminta seluruh pihak untuk membantu memperkuat basis data produksi beras di Indonesia.

BPS bersama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Badan Informasi Geospasial (BIG) serta Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) telah meluncurkan data terbaru dengan metodologi yang lebih baik. Perbaikan data tersebut dilakukan lantaran sejak 1997, diduga perhitungan data produksi beras kurang akurat.

"Seperti kata Wakil Presiden (Jusuf Kalla), itu kesalahan banyak pihak termasuk BPS tentunya. Tapi, mari kita lupakan masa lalu," kata Suhariyanto di Jakarta, Rabu (24/10).

Suhariyanto menjelaskan, proses perbaikan metodologi tersebut dilakukan pada 2015. Seiring dengan itu, BPS pun tidak lagi merilis data produksi beras. Kini, BPS menggunakan metode Kerangka Sampel Area (KSA) untuk mendapatkan perhitungan produksi beras yang lebih akurat.

Kerangka Sampel Area merupakan metode perhitungan yang dikembangkan BPPT bersama BPS dan telah diakui oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Metode KSA bisa mendapatkan perhitungan luas panen padi dengan memanfaatkan teknologi citra satelit dari BIG dan peta lahan baku sawah dari Kementerian ATR.

Untuk mendapatkan data produksi beras, tahapan perhitungan dimulai dengan mengacu pada ketetapan lahan baku sawah dari Kementerian ATR. Berdasarkan data Kementerian ATR, luas lahan baku sawah di Indonesia pada 2018 adalah sebesar 7,1 juta hektare dari sebelumnya 7,75 juta hektare pada 2013.

Verifikasi tersebut dilakukan di 16 provinsi sentra produksi padi yang merupakan 87 persen dari seluruh luas lahan baku sawah di Indonesia. Untuk 18 provinsi lainnya, verifikasi diharapkan selesai pada akhir tahun ini.

Dengan mengacu pada luas lahan baku sawah itu, BPS menggunakan metode KSA untuk mendapatkan luas panen padi. Metode tersebut dapat memberikan data dengan akurasi tinggi karena titik pengamatan harus diamati langsung oleh petugas di lapangan. Terdapat 217 ribu titik pengamatan yang akan menunjukkan kondisi sawah yang nyata di lapangan.

"Jadi akan diketahui apakah berada dalam kondisi persiapan lahan, fase vegetatif, fase generatif, fase panen, lahannya puso, atau sudah bukan sawah yang kemudian difoto dan dikirimkan ke pusat untuk diolah," kata Suhariyanto.

Data produksi tersebut bisa didapatkan setiap bulan dan sekaligus menjadi acuan perkiraan potensi produksi untuk tiga bulan ke depan.

"BPS menjamin transparansi karena kalau tidak transparan nanti menimbulkan kecurigaan. Ini juga membantu Bulog, misalnya, untuk memperkirakan penyerapan," kata dia.

Dalam rilis data luas panen dan produksi padi di Indonesia 2018 oleh BPS, diketahui produksi padi adalah sebesar 56,5 juta ton Gabah Kering Giling (GKG).

"Jika produksi padi dikonversikan menjadi beras dengan menggunakan angka konversi GKG ke beras tahun 2018, maka produksi padi tersebut setara dengan 32,4 juta ton beras," kata Suhariyanto.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement